Monday, November 1, 2010

KESEIMBANGAN ASAM BASA

KESEIMBANGAN ASAM BASA
DARAH
komponen darah
    1. plasma darah
plasma darah terdiri dari 90% air, yang berfungsi sebagai medium untuk mengangkut berbagai bahan dalam darah. Selain itu, karena plasma mampu menahan panas dengan kapasitas tinggi, plasma mampu menyerap dan mendistribusikan banyak panas yang dihasilkan oleh metabolismedi dalam jaringan, sementara suhu darah itu sendiri hanya mengalami sedikit perubahan.

Sejumlah besar zat organic dan anorganik larut dalam plasma. Konstituen organic yang paling banyak berdasarkan beratnya adalah protein plasma, yang membentuk 6% sampai 8% dari berat total plasma. Konstituen anorganik membentuk sekitar 15 dari berat plasma. Elektrolit (ion) yang paling banyak dalam plasma adalah Na+ dan CL-. Jumlah HCO3-, K+, Ca2+ dan ion lain lebih sedikit. Fingsi dari ion ini adalah sebagai penyangga perubahan pH. Persentase plasma sisanya ditempati oleh natrien (misalnya glukosa, asam amino, lemak, dan vitamin); produk sisa (kreatinin, bilirubin, dan zat-zat bernitrogen seperti urea).
Protein plasma adalah sekelompok konstituen plasma yang tidak sekedar diangkut. Berdasarka berbagai sifat fisik dan kimianya, protein plasma diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: albumin, globulin dan fibrinogen.
    1. sel darah
  • eritrosit
eritrosit adalah sel gepeng berbentuk piringan yang dibagian tengah dikedua sisinya cekung (eritrosit adalah lempeng bikonkaf dengan garis tengah 8µm, tepi luar tebalnya 2µmdan bagian tengah tebalnya 1µm. bentuk khas ini berperan terhadap efisiensi eritrosit melakukan fungsinya:
Ø bentuk biconcave menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O­­2 menembus membrane daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang sama.
Ø Tipisnya sel memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel dengan eksteriornya.
Hal paling penting eritrosit yang memungkinkannya untuk mengangkut O2 adalah hemoglobin yang dimilikinya. Molekul hemoglobin terdiri dari dua bagian:
Ø Bagian Globin, suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat
Ø Gugus nitrogenosa nonprotein mengandung besi yang dikenal sebagai gugus Hem (heme), yang masing-masing terikat kesatu polipeptida.
Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan zat-zat berikut:
Ø karbondioksida. Dengan demikian hemoglobin ikut berperan mengangkut gas ini dari jaringan ke paru-paru.
Ø Bagian ion Hidrogen asam (H+) dari asam karbinat yang terionisasi, yang dibentuk dari CO2 oada tingkat jaringan.
Ø Karbon monoksida (CO). gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat dalam darah tetapi, jika terhirup, menempati tempat pengikatan O2 di hemoglobin, sehingga terjadi keracunan karbon monoksida.
  • Leukosit
Leukosit atau sel darah putih adalah unit-unit yang dapat bergerak (mobile) dalam system pertahanan tubuh. Leukosit tidak memiliki hemoglobin, sehingga tidak berwarna kecuali jika diwarnai secara khusus agar dapat terlihat dibawah mikroskop. Leukosit bervariasi dalam struktur, fungsi dan jumlah.
  • Trombosit
Selain eritrosit dan leukosit, trombosit adalah jenis unsure sel ketiga yang terdapat didalam darah. Trombosit bukanlah suatu sel utuh tetapi fragmen/potongan kecil sel (bergaris tengah sekita 2-4µm).
Dalam setiap milliliter darah pada keadaan normal terdapat sekitar 250.000 trombosit. Trombosit tetap berfungsi selama sekitar 10 hari untuk kemudian disingkirkan dari sirkulasi oleh makrofag jaringan, terutama makrofag yang terdapat dalam limpa dan hati, dan diganti oleh trombosit daru yang dikeluarkan dari sumsum tulang.
Karena merupakan fragmen sel, trombosit tidak memiliki nucleus. Namun, sel ini diperlengkapi oleh organel dan system enzim sitosol untuk menghasilkan energy dan mensintesis produk sekretorik yang disimpan di granula-granula yang tersebar diseluruh sitosolnya. Selain itu, trombosit memiliki aktin dan myosin dalam konsentrasi yang tinggi, sehingga trombosit dapat berkontraksi.
Histology Darah
  • eritrosit
- Eritrosit adalah korpuskel-korpuskel kecil yang memberi warna merah pada darah.
- Berkembang dalam sumsum tulang sebagai sel sejati, tetapi sebelum memasuki darah, eritrosit kehilangan nukleusnya
- Fungsi eritrosit yaitu mengangkut oksigen dari paru ke jaringan, dan karbondioksida dari jaringan ke paru.
- Eritrosit berupa cakram bikonkaf berdiameter sekitar , ketebalan maksimum 1,9, dengan luas permukaan kira-kira 140 2
- Luas total permukaan eritrosit pada orang normal adalah 3800 m2
- Eritrosit sangat lentur dan dapat berbentuk mangkok atau parabola bila mengalir melalui kapiler sempit
- Pada keadaan krenasi eritrosit memiliki tonjolan-tonjolan pendek sebanyak 10-30 buah pada permukaannya. Bentuk ini disebut echinosit.
Bila mengamati apusan tebal darah segar di bawah mokroskop, eritrosit-eritrosit itu sering tampak membentuk agregat yang mirip setumpuk uang logam. Eritrosit ini disebut rouleaux. Hal ini hanya terjadi pada in vitro pada darah diam dan tidak terjadi bilah darah mengalir. Sel-sel darah biasanya diamati pada sediaan apusan darah tipis pada kaca obyek, dikeringkan, dan dipulas dengan pulasan Wright, yang merupakan campuran pewarna asam dan basa. Pada sediaan demikian, sebagian besar eritrosit terpulas merah. Sebagian kecil yang baru memasuki peredaran dari sumsum tulang memiliki warna kebiruan atau kehijauan karena sisa ribosom terpulas basofilik.
Eritrosit yang tidak terpulas mempunyai warna kuning pucat atau coklat kemerahan karena kandungan hemoglobinnya, yaitu pigmen respirasi yang merupakan 33% dari massa total. Hemoglobin adalah protein dengan berat molekul 68000, yang terdiri atas empat rantai polipeptida; dua rantai- identik dan dua rantai- identik, dengan gugus heme yang mengandung besi terikat pada setiap rantai tetramer itu.
Jumlah eritrosit umumnya dipertahankan pada kadar yang hamper konstan. Pasien yang mempunyai penurunan signifikan pada kapasitas darah pengangkut-oksigen menderita anemia. Hal ini mungkin disebabkan jumlah eritrositnya yang di bawah normal atau kandungan hemoglobinnya yang berkurang.
  • trombosit
- Trombosit atau tromboplastid adalah badan kecil tanpa nulkeus dan tidak berwarna yang ditemukan dalam darah semua mamalia
- Berfungsi untuk pembekuan darah pada tempat cedera pembuluh darah dan berfungsi mencegah kehilangan darah yang berlebihan
- Trombosit merupakan cakram bikonveks tipis, diameter 2-3
- Bentuknya bulat atau lonjong bila dilihat dari atas dan fusiform bila dilihat dari samping
- Pada manusia jumlahnya berkisar antara 150.000-350.000/m3 darah
Pada sediaan apusan darah terpulas, tampak dua zona konsentrik: zona perifer biru-pucat disebut hialomer dan daerah pusat yang lebih tebal disebut granulomer, yang mengandung granul azurofil kecil-kecil.
· Pada mikograf elektron, hialomer tampak jarang-elektron dan tidak mengandung organel.
· Pada potongan melalui ekuator, unsur paling mencoloknya adalah berkas sirkumferensial terdiri atas 10-15 mikrotubul dekat membrane plasma.
· Pada potongan melintang, berkas mikrotubul itu tampak sebagai kelompok bintik bulat pada kedua ujung trombosit. Cincin mikrotubul di bawah membrane ini berfungsi untuk mempertahankan bentuk cakram kepibng itu.
Trombosit dibentuk dalam sumsum tulang melalui fragmentasi sitoplasma megakariosit, yaitu sel besar dengan nukleus banyak. Trombosit terus dibentuk dan dilepaskan ke dalam darah, tempat trombosit bertahan hidup 9-10 hari. Meskipun tidak memiliki nukleus dan tidak sanggup membuat protein, trombosit tetap dapat melakukan berbagai aktivitas sel-sel utuh. Trombosit mengkonsumsi oksigen dan mempunyai metabolisme aktif yang bergantung pada enzim pembangkit energy dari satu atau dua mitokondria kecil dalam sitoplasmanya. Granul azofrilnya menimbun substansi yang disintesis dalam megakariosit sebelum dilepaskan.
  • Leukosit
- Leukosit memiliki nukleus dan tidak berwarna dalam keadaan segar
- Bentuknya bulat dalam peredaran darah, tetapi berupa sel ameboid pleiomorfik dalam jaringan
- Leukosit digolongkan sebagai leukosit granular atau leukosit nonglanular, tergantung ada atau tidaknya granular spesifik dalam sitoplasmanya
- Leukosit granular mencakup eosinofil, basofil, dan neutrofil berdasarkan afinitas granulnya terhadap pewarna Romanovsky yang biasanya dipakai untuk sediaan darah
- Leukosit nongranular mencakup limfosit dan monosit
- Jumlah leukosit dalam sirkulasi berkisar antara 5000-9000/ ml3 darah, tetapi jumlah ini bervariasi sesuai umur
a. Leukosit Neutrofil
Merupakan leukosit granular yang paling banyak. Dalam jumlah absolute, terdapat 3000-6000/ ml3 darah, atau 20-30 milyar dalam peredarah darah setiap saat. Neutrofil tinggal di dalam darah sekitar 8 jam sebelum bermigrasi keluar pembuluh dan masuk jaringan, tempat neutrofil melakukan misinya dan mati. Diameter neutrofil 7 dalam darah, dan 10-12 dalam sediaan apusan darah kering.
Neutrofil mudah dikenali dengan nukleusnya yang khas, terdiri atas dua lobi atau lebih yang saling berhubungan melalui benang tipis. Pertama kali dilepas dari sumsum tulang ke dalam darah, nukleusnya berbentuk lonjong atau memanjang. Sel muda demikian disebut sebagai “bentuk batang”. Kemudian timbul konstrinsik lokal, sehingga terbentuk nukleus bilobus.
Pada sediaan darah yang terpulas, sitoplasma neutrofil terlihat bertitik-titik oleh granul spesifik sangat halus yang berafinitas rendah terhadap pewarna dan granul azurofil lebih besar yang terpulas lebih gelap. Pada mikograf elektron, granul neutrofil tersebar luas dalam sitoplasma.
b. Leukosit Eosinofil
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. Eosinofil berdiameter 9 dlam larutan, dan sekitar 12 dalam sediaan darah. Eosinofil sangat mudah dibedakan dengan neutrofil dari granul spesifiknya yang besar yang terpulas merah muda dengan eosin dalam pulasan darah Wright. Nukleusnya kurang bersegmen dan kromatinnya kasar dibanding neutrofil.
Eosinofil tidak memfagositosis bakteri dan memusnahkan intrasel. Meskipun tersebar luas dalam jaringan ikat, eosinofil terutama banyak di bawa epitel saluran cerna dan saluran nafas, tempat protein asing kemungkinan besar masuk. Eosinofil terlibat dalam pengendalian kerusakan pada reaksi alergi. Eosinofil tertarik ke dalam tempat pelepasan histamine, dan enzimnya dapat mengatasi ini dan mediator lain dari reasi alergi lain.
c. Leukosit Basofil
Basofil merupakan leukosit granular yang paling sedikti jumlahnya, hanya 0,5% dari hitung jenis leukosit. Basofil sedikit lebih kecil dari neutrofil, berdiameter 10 pada apusan darah terpulas. Nukleusnya sering berbentuk U atau J, dan karenanya dapat terlihat bilobus pada sediaan. Granul spesifiknya relative sedikit dan lebih besar daripada yang di eusinofil.
Dengan mikrograf elektron, basofil tanpak memiliki kompleks golgi kecil, sedikit mitokondria dan agak lebih banyak reticulum endoplasma daripada leukosit lain. Mungkin terdapat partikel glikogen dalam sitoplasmanya. Granul spesifiknya bulat atau lonjong dan berdiameter sekitar 0,5 , dengan substruktur terdiri atas partikel-partikel padat dalam matriks yang kurang padat. Leukosit basofil memiliki sejumlah sifat seperti sel mast jaringan ikat. Keduanya memiliki granul metakromatik besar yang mengandung histamine dan heparine. Sel mast lebih besar dengan nukleus bulat dan lebih banyak granul. Basofil hidupnya pendek dan sel mast relative panjang hidupnya.
d. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua yang terbanyak, berkisar 20-35% dari sel darah putih beredar. Pada sediaan darah, limfosit berupa sel bulat kecil berdiameter 7-12 dengan nukleus berlekuk yang terpulas gelap dan sedikit sitoplasma biru terang. Tidak ada granul spesifik, tetapi mungkin memiliki sedikti granul azurofil. Di bawah mikroskop elektron, terlihat memiliki kompleks golgi kecil sekali, sepasang sentriol, dan satu atau dua mitokondria. Retikulum endoplasma dapat dikatakan tak ada, tetapi terdapat banyak ribosom bebas dalam sitoplasma.
e. Monosit
Monosit berjumlah 3-8% dari leukosit yang beredar. Selnya bulat berdiameter 9-12 dalam larutan, tetapi pada apusan darah kering berdiameter sampai 17 . Monosit dapat disalahkan dengan limfosit besar, tetapi lebih besar dan lebih banyak sitoplasmanya. Sitoplasma ini tidak terpulas biru terang tetapi cenderung berwarna kelabu biru pucat. Nukleusnya eksentris dan bulat atau lebih sering berbentuk ginjal. Kromatinnya kurang terpulas disbanding limfosit, dan terdapat satu atau dua nucleoli, namun ini tidak jelas pada sediaan darah. Sitoplasmanya mengandung beberapa granul azurofril.
Pada mikrograf elektron, kromatin kurang padat dibandingkan dengan kromatin limfosit, dan nucleoli tampak jelas. Sitoplasmanya mengandung kompleks golgi kecil, beberapa sisterna retikulum endoplasma sebaran partikel glikogen dan cukup banyak ribosom bebas.
Monosit berasal dari sumsum tulang, dan beredar dalam darah selama satu atau dua hari, dan kemudian bermigraqsi melalui dinding venul pasca kapiler ke dalam jaringan ikat organ di seluruh tubuh. Di situ, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag jaringan. Monosit dalam darah tidak mempunyai fungsi berarti, dan semata-mata merupakan sel-sel cadangan bergerak yang sanggup berkembang menjadi fagosit rakus yang melahap sel-sel tua dan debris sel dalam jaringan normal dan berperan aktif dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri. Selain itu, monosit berperan penting dalam respon imun humoronal dengan mengolah antigen dan menyajikannya pada limfosit.
  • Plasma darah
- Plasma darah adalah matriks cair yang menampung sel-sel darah dan mengandung sejumlah protein penting secara fisiologis
- Kategori utama protein plasma adalah albumin, globulin, fibrinogen, dan komplemen
- Albumin adalah protein plasma terkecil dan terbanyak
- Globulin adalah protein dengan berat molekul berkisar antara 80.000 sampai sejuta lebih
- Sistem komplemen adalah sekelompok 12 atau lebih protein serum yang berinteraksi dalam sederetan reaksi yang produknya berkaitan dengan respons imun hormonal, dengan awal radang, dan dengan lisis mikroorganisme yang masuk.
- Lipoprotein plasma terlibat dalam transport lipid dari usus ke hati, dan dari hati ke jaringan.
Fungsi darah
Konstituen
Fungsi
Plasma
Air
Elektrolit
Nutrient, zat sisa, gas, hormone
Protein plasma
Albumin
Globulin
Alfa dan Beta
Gamma
Fibrinogen
Mediun transportasi; mengangkut panas.
Eksitabilitas membrane; distribusi osmotic cairan antara sairan. intrasel dan ekstrasel; menyangga perubahan pH.
Diangkut dalam dara; gas CO2 darah berperan penting dalam keseimbangan Asam-Basa.
Secara umum, menimbulkan efek osmotikyang penting dalam distribusi cairan ekstrasel antara kompartemen vaskuler dan interstisium; menyangga perubahan pH.
Mengangkut banyak zat; memberikan kontribusi terbesar bagi tekanan osmotic koloid.
Mengangkut banyak zat; factor pembekuan; molekul precursor onaktif.
Antibody
Precursor inaktif untuk jaringan fibrin pada pembekuan darah.
Unsure sel
Eritrosit
Leukosit
Neutrofil
Eosinofil
Basofil
Monosit
Limfosit
Limfosit B
Lomfosit T
Trombosit
Mengangkut O2 dan CO2
Fagosit yang memakan bakteri dan debris
Menyerang cacing parasit; penting dalam reaksi alergi
Mengeluarkan histamine, yang penting dalam reaksi alergi, dan heparin yang membantu membersihkan lemak dari darah dan mungkin berfungsi sebagai antikoagulan.
Dalam transit untuk menjadi makrofag jaringan.
Pembentukan antibody.
Respon imun seluler.
Hemostasis
Yang mempengaruhi pH darah
pH plasma dan sel darah merah, yang berarti dari darah, dapat diubah oleh berbagai faktor:
1. Ion H+, dapat lansung ditambah, misalnya dari metabolisme (asam hidroklorat, asam laktat, asam keto, asam sulfurat, dll) atau dapat dihilangkan dari darah, misalnya dengan ekskresi H+ oleh ginjal atau kehilangan H+ melalui muntah
2. Ion OH- dapat ditambahkan, misalnya dengan garam (basa) asam lemah (diet sayuran).
3. Konsentrasi CO2 dapat diubah, misalnya melalui perubahan produksi CO2 dalam metabolisme atau melalui ekskresi CO2 dalam paru-paru. Bila konsentrasi CO2 turun, nilai pH meningkat dan sebaliknya.
4. Konsentrasi bikarbinat (HCO3-) terutama dapat berubah, misalnya karena ekskresi HCO3- oleh ginjal atau kehilangan HCO3- karena diare. Peningkatan (atau penurunan) HCO3- mengakibatkan peningkatan (atau penurunan) pH.
Cara pengambilan darah
Secara umum
Cara pengambilan darah:
1. Ada 3 sampel darah yang dapat diambil:
a. Darah Vena
- Biasanya diambil dari lipatan siku tangan.
- Pada orang dewasa biasanya diambil dari vena median cubiti. Pada bayi, dapat digunakan vena jugularis superficialis atau sinus sagittalis superior.
- Digunakan dalam pengambilan sampel darah dengan volume yang cukup banyak, misalnya, 10 ml.
- Gunakan syringe dengan jarum
20-21 Gàdewasa
23G(butterfly needle)àanak-anak
- Cara pengambilan darah vena:
· Ikatkan torniquet pada lipatan siku atas, kemudian tangan dikepal.
· Tentukan vena yang akan diambil darahnya.
· Aseptikkan tempat pengambilan dengan povidone iodium 10%, biarkan mengering, lalu ulangi dengan alkohol 70%.\
· Darah vena dipijat/dilonggarkan dengan tekanan ibu jari/telunjuk.
· Tusukkan jarum <>
· Setelah tertusuk, jarum diturunkan ke posisi 30°
· Bila menggunakan syringe, sedot darah perlahan sampai pada volume darah yang dibutuhkan.
· Bila menggunakan jarum tanpa spuit, biarkan darah langsung mengalir ke media.(media transport/SPS 0,05%àmikrobiologi, antikoagulanàpatologi klinik, sediaan hapus darahàparasitologi)
· Pengeluaran darah/punksià1 cc/menit.
· Lepaskan torniquet, kemudian tumpat daerah pengambilan darah dengan kapas beralkohol 70%.
· Tarik jarum perlahan-lahan, kemudian lengan ditekuk/dilipat supaya darah berhenti mengalir.
b. Darah Arteri
- Biasanya dari lipatan paha/pergelangan tangan.
- Arteri yang biasanya diambil: arteri femoralis dan arteri radialis.
- Digunakan sebagai sampel darah untuk pemeriksaan AGDA dan elektrolit.
- Karena digunakan dalam pemeriksaan AGDA, prosedurnya adalah sebagai berikut:
· Tentukan daerah yang akan diambil darahnya
· Lakukan tindakan aseptik dengan povidone iodium 10%, biarkan sampai mengering, lalu ulangi dengan alkohol 70%.
· Siapkan syringe dengan spuit yang telah dilumuri antikoagulan heparin.
· Tusukkan jarum tegak lurus, darah akan mengalir ke syringe.
· Kemudian, jarum dibengkokkan dan ditusuk dalam lilin.
c. Darah Kapiler
- Biasanya dari ujung jari tangan/kaki/anak daun telinga.
- Digunakan dalam pengambilan sampel darah dengan volume yang sedikit, biasanya untuk screening test.
- Cara pengambilan darah kapiler:
· Lakukan tindakan aseptik dengan povidone iodium 10%, biarkan sampai mengering, lalu ulangi dengan alkohol 70%.
· Sterilkan lanset dalam alkohol 95%
· Tusuklah dengan cepat memakai lanset steril. Pada jari tusukkan arah tegak lurus pada garis-garis sidik kulit jari dan tidak boleh sejajar bila yang akan diambil spesimennya. Pada anak daun telinga tusukkan pinggirnya dan jangan sampai sisinya mengeluarkan darah.
· Setelah penusukkan selesai, tempat tusukkan ditutup dengan kapas beralkohol dan biarkan sampai darah tidak keluar.
2. Volume darah yang diambil:
10-20 mlàdewasa
1-5 mlàanak-anak
1-3 mlàbayi
3. Kaca objek harus bersih
Dari debu dan lemak. Rendam dalam deterjen sebelum dicuci dalam air biasa. Yang kotoràbersihkan dulu dengna larutan campuran kalim-bikromat dalam air(4,9 g per 100 ml)+asam sulfat sama banyak.
FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM BASA
Definisi asam basa
Asam adalah molekul yang mengandung atom hidrogen yang dapat melepaskan ion hidrogen dalam larutan. Misalnya HCl yang berionisas dalam air membentuk ion hidrogen (H+) dan ion Clorida (Cl-).
Basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima H+. Misalnya HCO3- adalah suatu basa karena ion ini dapat bergabung dengan satu H+ untuk membentuk H2CO3.
Sistem Buffer
Rata-rata nilai pH darah adalah sekitar 7,4 yang sesuai dengan aktifitas H+ sektar 40 nmol/liter. Kecuali untuk penyimpangan-penyimpangan setempat (getah lambung, urin), nilai pH adalah sama pada semua kompartemen cairan dimana nilai pH ICF (cairan intraseluler) sekitar 7,0 - 7,2. pH konstan merupakan kepentingan vital organisme. Akibatnya, penyimpangan lebih besar dari normal menyebabkan gangguan dalam metabolisme, dalam permeabilitas membran, distribusi elektrolit dan sebagainya.
Ketetapan nilai pH dipelihara oleh buffer yang berperan dengan menetralisasi sebagian asam dan basa yang berasal dari makanan dan metabolisme. Sistem penyangga kimia (buffer system) adalh suatu bahan kimia yand dapat menetralkan asam atau basa yang dihasilkan, atau masuk ke dalam tubuh. Artinya, sistem ini dapat mengurahi perubahan pH pada suatu larutan yang pada suatu larutan yang padanya di tambahkan asam ataupun basa. Ini dapat terjadi karena pada sistem penyangga ini terdapat unsur asam dan unsur basa. Bila di dalam tubuh terdapat penambahan asam, sehingga pH akan turun, asam ini akan ditangkap oleh unsur basa dari sistem penyangga, sehingga perubahan pH akan dapat di netralkan. Demikian juga sebaliknya, bila di dalam tubuh terdapat penambahan basa, dimana pH seharusnya akan naik seharusnhya akan naik, basa itu akan diikat oleh unsur asam dari sistem penyangga sehingga kenaikan nilai pH dapat di kurangi. Buffer utama cairan tubuh adalah sistem
CO2 + H2O ↔ HCO3­- + H+
Ada 4 sistem penyangga kimia yang penting di dalam tubuh, yaitu :
1. Sistem bikarbonat asam karbonat yang merupakan sistem terbanyak dan terpenting.
2. Sistem penyangga hemoglobin
3. Sistem penyangga fosfat
4. Sistem penyangga protein
Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1. Aspek Klinik dan Klasifikasi
Gangguan keseimbangan asam-basa disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme pengaturan keseimbangan antara lain sistem buffer, sistem respirasi, fungsi ginjal, gangguan sistem kardiovaskular maupun gangguan fungsi susunan saraf pusat.
Gangguan keseimbangan asam bsa serius biasanya menunjukan fase akut, di tandai dengan pergesera pH menjauhi batas nilai normal. Nilai pH abnormal meskipun salah satu nilai komponen gas darah lainya (PCO2,HCO3-) masih berada dalam batas normal. Bila kondisi tersebut berklanjut, terjadi reaksi penyesuaian yang bersifat fisiologik dan pada kondisi ini disebut fase kompensasi. Jika kondisi penyebab tidak diatasi, maka mekanisme kompensasi tidak mampu mengatasi perubahan yang terjadi, hal ini disebut fase tidak terkompensasi.
Klasifiasi yang umum digunakan umumnya menggambarkan masalah dan kelainan yang terjadi, sesuai dengan namanya.
· Gangguan keseimbangan asam basa respiratorik
Terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan Co2 di jaringan perifer dengan ekskresinya di paru; ditandai oleh peningkatan atau penurunan konsentrasi CO2
· Gangguan keseimbangan asam basa metabolik
Terjadi karena pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asasm organic yang menyebabkan peningkatan ion bikarbonat di jaringan perifer atau cairan ekstraselular.
2. Gangguan Keseimbangan Asam Basa respiratorik
a. Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi alveolar yang mengganggu eminasi CO sehingga akhirnya terjadi pengingkatan PaCO2 (hiperkapnia). Awalnya sistem buffer dapat mengatasi namun akhirnya terjadi penurunan pH.
Kemoreseptor yang terletak pada medulla dan badan karotis akan member respons terhadap perubahan pCO2. Pada beberapa keadaan respons kemoreseptor di medulla akan menyebabkan peningkatan ventilasi paru.
Pada keadaan normal perubahan pCO2 dikendalikan oleh kemoreseptor pusat (medulla). Bila terdapat hipoksia atau hiperkapnia kronik, maka kemungkinan terjadi supresi kemoreseptor pusat seperti dijumpai pada penderita penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Pada keadaan tersebut, ventilasi akan dipertahankan oleh kemoreseptor pada badan karotis sebagai respons terhadap perubahan PO2 dan perubahan pH. Bila keadan berlanjut dan kemoreseptor gagal memberikan respons atau pada keadaan dimana sirkulasi paru inadekuat, maka pH akan turun dan akan timbul asidosis respiratorik akut.
Keadaan hiperkapnia juga dapat disebabkan oleh karena produksi CO2 yang berlebihan; salah satu penyebabnya adalah overfeeding proses oksidasi karbohidrat, lemak dan protein dalam menghasilkan energy membutuhkan oksigen (O2) dna menghasilkan CO2 dan H2O yang dapat digambarkan dengan respiratory quotient (RQ). RQ merupakan perbandingan antara CO2 yang dihasilkan dengan kebutuhan O2 dari masing substrat. RQ untuk karbohidrat adalah 1, protein 0,8 dan lemak 0,7. Lipogenesis akan menghasilkan RQ lebih besar dari 1. Pemberian diet tinggi karbohidrat dapat meningkatkan produksi CO2 sementara diet tinggi lemak dapat menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak akibat konsumsi O2 dan produksi CO2 meningkat. Hal ini menjelaskan bahwa pemberian kalori secara berlebihan, baik yang berasal dari karbohidrat maupun lemak, akan meningkatkan konsumsi O2 dan produksi CO2.
Etiologi
Beberapa faktor dibawah ini dapat menimbulkan asidosis respiratorik, antara lain:
a. Inhibisi pusat pernapasan
· Obat yang mendepresi pusat pernafasan : sedatif, anastetikum
· Central Sleep Apnea
· Kelebihan O2 pada hiperkapnia atau hipoksemia kronik.
b. Penyakit neuromuscular
· Neurologis : polimielitis, sindrom Guilain Barre
· Muscular : hipokalemia, muscular dystrophy
c. Obstruksi jalan napas
· Asam bronchial
· Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
· Spasme laring
· Aspirasi
· Obstructive sleep apnea
d. Kelainan restriktif :
· Penyakit pleura : efusi pleura, empiema, pneumotoraks, fibrotoraks
· Kelainan dinding dada : kifoskoliosis, obesitas
· Kelainan restriktif paru : fibrosis pulmoner, pneumonia, edema paru
e. Mechanical Underventilation
f. Overfeeding
b. Asidosisi Respiratorik Akut
Pada asidosis respiratorik akut terjadi gangguan eliminasi CO2 secara akut dan umumnya disertai dengan hipoksemia sehingga terjadi stimulasi ventilasi yag berujuan untuk meningkatkan eliminasi CO2 dan meninggkatkan O2, misalnya pada eksarsebasi akut asma, pneumonia, pengaruh obat sedative yang berlebihan, pneumotoraks, henti jantung atau tenggelam. Respons buffer HCO3- oleh ginjal dalam plasma terjadi dalam beberapa menit namun kompensasi ini belum sempurna.
Kompensasi secara sempurna terjadi dalam beberapa hari. Respons ginjal dapat berupa peningkatan ekskresi ion H, peningkatan reabsorbsi HCO3- di tubulus proksimal dan peningkatan produksi HCO3- di tubulus distal. Manifestasi klinis asidosis respiratorik bervariasi tergantung derajat keparahannya dan penyakit dasar yang menyertainya. Peningkatan PaCO2 secara akut aka mengakibatkan penurunan kesadaran (confution sampai somnolen) bahkan dapat terjadi narkose CO2. Gas CO2 merupakan fasodilator serebral maka pembuluh darah di fundus optikus akan dilatasi bahkan dapat terjadi edema papil.
Prinsip dasar terapi asidosis respiratorik dalam mengobati penyakit dasarnya dan dukungan ventilasi (ventilation support). Hiperkapnia akut merupakan keadaan kegawatan medis karena respons ginjal berlangsung lambat dan biasanya disertai hipoksemia, sehingga, bila terapi yang ditujukan untuk penyakit dasar maupun terapi oksigen sebagai suplemen tidak meberikan respons baik, maka mungkin diperlukan bantuan ventilasi mekanik baik invasive maupun noninvasive.
c. Asidosis Respiratorik Kronik
Asidosis respiratorik kronik dapat terjadi oleh berbagai keadaan antara lain penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), sleep apnea, obesitas, kelainan dinding dada dan lain sebagainya. Pada gagal nafas kronik terjadi retensi CO2 secara kronik dan hipoksemia kronik. Tubuh telah beradaptasi pada keadaan ini sehingga dorongan untuk bernapas bukan lagi disebabkan oleh peningkatan CO2 akut namun oleh hipoksemia kronik. Oleh karena itu tindakan koreksi gagal napas akut pada penderita gagal napas kronik perlu berhati-hati karena dapat menyebabkan hilangnya dorongan untuk bernapas.
d. Alkalosis Respiratorik
Pada alkalosis respiratorik terjadi hiperventilasi alveolar sehingga terjadi penurunan PaCO2 (hipokapnia) yang dapat menyebabkan peningkatan pH.
Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus baik langsung maupun tidak langsung pada pusat pernapasan, penyakit paru akut dan kronik, overventilasi iatrogenic (penggunakan ventilasi mekanik). Hiperventilasi kronik umumnya bersifat asimptomatik, sedangkan hiperventilasi akut ditandai dengan rasa ringan di kepala (pusing), parestesia, circumoral nunbness dan kesemutan.
Etiologi
Beberapa faktor berikut ini dapat menimbulkan alkalosis respiratorik :
a. Rangsangan hipoksemik
- Penyakit paru dengan kelainan gradient A-a
- Penyakit jantung dengan right to left shunt
- Penyakit jantung dengan edema paru
- Anemia gravis
b. Stimulasi pusat pernapasan di medulla
- Kelainan neurologis
- Psikogenik misalnya serangan panik, nyeri
- Gagal hati dengan ensefalopati
- Kehamilan
c. Mechanical over ventilation
d. Sepsis
e. Pengaruh obat : salisilat, hormone progesterone
Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik
Asidosis Metabolik
Asisdosis metabolik ditandai dengan turunnya kadar ion-HCO3 diikuti dengan penurunan tekanan parsial CO2 di dalam arteri. Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme respiratorik dan ginjal, ion hydrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang di eliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hydrogen ke urine dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstraselular. Kadar ion-HCO3 normal adalah sebesar 24 meq/L dan kadar normal PCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion-H sebesar 40 nanomol/L. penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 meq/L akan diikuti oleh penurunan PCO2 sebesar 1,2 mmHg.
Penyebab asidosis metabolik dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu :
a. pembentukan asam yang berlebihan (asam fixed dan asam organic) di dalam tubuh. Ion hydrogen dibebaskan oleh sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, sehingga terjadi penurunan pH. Dalam klinik ditemukan keadaan ini seperti pada :
- Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringa jaringan berkepanjangan mengakibatkan jaringan mengalami proses metabolisme anaerob.
- Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam jumlah sangat tinggi pada metabolisme fase pasca absorbtif. Ketoaksidosis merupakan akibat dari starvasi dan komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali, jaringan tidak dapat memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga mengandalkan metabolisme lipid dan keton.
- Intoksikasi salisilat
- Intoksikasi etanol
b. Berkurangnya kadar ion-HCO3 di dalam tubuh.
Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat yang mengatur keseimbangan ion hydrogen dan mempengaruhi keseimbangan pH. Penurunan konsentrasi HCO3- di cairan ekstrasesuler menyebabkan penurunan efektifitas sistem buffer dan asidosis timbul.
c. Adanya retensi ion-H di dalam tubuh
Jaringan tida mampu mengupayakan eksresi ion hydrogen melalui ginjal.Kondisi ini di jumpai pada ginjal kronik stadium IV-V,RTA-1V atau RTA-4.
Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan penurunan tekanan parsial CO2,dapat bersifat lengkap ,sebagian atau berlebihan. Berdasarkan kompensasi ini asidosis metabolik dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Asidosis metabolik sederhana (simple atau compensated metabolik acidosis); penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pCO2 sebesar 1,2 mmHg.
b. Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik dapat juga disebut uncompensated metabolik acidosis; penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pCO2 kurang dari 1,2 mmHg (pCO2 dapat sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal.
c. Gabungan asidosis metabolik dengan alkalosis respiratotik ataun dapat disebut sebagai partly compensated metabolik acidosis; penurunan kadar ion-HCO3 sebesar mEq/L diikuti penurunan pCO2 sebesar lebih daroi 1,2 mmHg (pH dapat sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal?.
Pada prinsipnya, penyebab gangguan harus diketahui sebelum melakukan pengobatan. Peneyebab potensial demikian bervariasi sehingga seorang klinikus harus menegakkan diagnosis. Pada beberapa keadaan, diagnosis sangat jelas. Sebagai contoh misalnya kasus asidosis metabolik yang terjadi pada seorang melakukan aktifitas fisik, tentunya jenis asidosis laktat. Kasus lainnya harus ditelusuri lebih lanjut.
Untuk mengetahu etiologi dari tiap-tiap kelompok penyebab asidosis metabolik tersebut perlu diketahui besarnya anion gap. Dalam keadaan normal, jumlah anion dan jumlah kation di dalam tubuh adalah sama besar. Ada anion dan kation yang dapat dihitung (Cl, HCO3, dan Na) dan ada anion yan gtidak dapat dihitung (anion atau kation lain dari zat organic). Selisih antara Na dengan HCO3 dan Cla atau selisih dari anion lain dan kation lain disebut anion gap. Besarnya anion gap, Na – (HCO3 + CL), dalam keadaan normal sebesar 12 ± 3 mEq.
Pada kelompok pembentukan asam organic yang berlebihan sebagai penyebab asidosis metabolik, besar anio gap akan meningkat oleh karena adanya penambahan anion lain yang berasal dari asam organic antara lain asam hidroksi butirat, asam salsilat pada intoksikasi salsilat atau asam organic akibat intoksikasi etanol.
Pada kelompok berkurangnya kadar ion-HCO3 sebagai penyebab asidosis metabolik, besar anion gap tetap dalam batasan normal dengan peningkatan kadar ion-Cl. Misalnya pada keadaan diare atau renal tubular acidosis proksimal (RTA-2), pemakaian obat inhibitor enzim ahidrase karbonat atau penyakit ginjal kronik stadium III-IV.
Asidosis metabolik dengan anion gap yang normal selalu disertai dengan peningkatan ion-CL dalam plasma sehingga disebut juga sebagai asidosis hiperkloremik. Pada kelompok retensi ion-H sebagai penyebab asidosis metabolik, besar anion gap meningkat, misalnya pada penyakit ginjal kronik stadium IV – V, dan besar anion gap normal misalnya pada renal tubular acidosis (RTA-1 atau RTA-4).
Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolic merupakan suatu proses terjadinya peningkatan primer bikarbonat dalam arteri. Akibat peningkatan ini, rasio pCO2 dan kadar H2O dalam arteri berubah. Usaha tubuh untuk memperbaiki rasio ini dilakukanoleh paru dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi) sehingga pCO2 meningkat dalam arteri dan meningkatnya konsentrasi HCO3- dalam urin. Pada alkalosis metabolic yang sederhana, kenaikan kadar HCO3 1 mEq/L akan menyebabkan kenaikan pCO2 sebesar 0,7 mmHg.
Penyebab alkalosis metabolic dapat antara lain :
a. Terbuangnya ion H+ melalui saluran cerna atau melalui ginjal dan berpindanya (shift) ion H+ masuk ke dalam sel.
b. Terbuangnya cairan bebas-bikarbonat dari dalam tubuh (contraction alkalosis)
c. Pemberian bikaronat berlebihan.
Dalam keadaan normal, sekresi ion H+ oleh gaster akan merangsang ekskresi bikarbonat oleh pankreas dan penyangga ini berlangsung adekuat ( tidak terjadi gangguan keseimbangan asam-basa ). Terbuangnya ion H+ akibat muntah-muntah maupun pemakaian pipa nasogastrik yang terbuka, ion bikarbonat tidak dieksresikan olehpankreas karena hilang \nya stimulus oleh ion H+ di duodenum. Akibatnya hilangnya ion H+ yang tidak diimbangi oleh berkurangnya bikarbonat akan menimbulkan alkalosis.
Sekresi ion H+ melalui ginjal, akan meningkat pada keadaan–keadaan hiperal-dosteronisme primer, penggunaan diuretic loop dan tiazid akan meningkatkan kadar aldosteron, sekunder dari pengurangn volume plasma. Deplesi volume plasma akan merangsang sistem rennin-aldosteron-angiotensin. Semua keadaan-keadan ini akan merangsang sekresi ion H+ dan reabsorbsi ion bikarbonat dalam tubulus.
Sekresi ino H+ melalui tubulus juga meningkat pada keadaan asidosis dalam sel akibat masuknya ion H+ kedalam sel. Keadaan hipokalemia akan merangsang keluarnya kalium dalam sel masuk ke dalam plasma. Untuk menjaga keadaan keseimbangan elektrik, ion H+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi asidosis intraselular. Asidosis intraselular merangsang sekresi ion H+ meningkat ke lumen tubulus mengakibatkan peningkatan reabsorbsi ion bikarbonat.
Terbuannya cairan bebas ion bikarbonat dalam jumlah besar misalnya pada pemberian diuretic loop dalam dosis yang tinggi, akan meningkatkan kadar bikarbonat perliter plasma akibat volume plasma yang berkurang.
Pemberian ion bikarbonat tanpa kendali pada keadaan ketoasidosis diabetic atau asidosis laktat dapat mengakibatkan alkalosis metabolic. Pemberian insulin pada ketoasidosis diabetikum atau perbaikan oksigenisasi jaringan pada asidosis laktat akan dengan cepat meningkatkan kadar bikarbonat plasma.
Alkalosis metabolic uga ditemukan pada sindrom barter dan sindrom Gitelman suatu keadaan terjadinya mutasi genetic pada transporter Na-K-Cl di bagian ascending loop henle (barter) dan di tubulus distal (Gitelman). Keadaan ini menyerupai alkalosis metabolic akibat diuretic loop atau tiazid.
Table 1. definisi gangguan asam-basa
pH
PCO2-
HCO3-
Base exess
Asidosis respiratorik (PCO2↑)
Uncompensated
N
N
Partly compensated
Compensated
N
Alkalosis respiratorik (PCO2↓)
Uncompensated
N
N
Partly compensated
Compensated
N
Asidosis metabolic (HCO3↓)
Uncompensated
N
Partly compensated
Compensated
N
Alkalosis metabolic (HCO3↑)
Uncompensated
N
N
Partly compensated
Compensated
N
DAFTAR PUSTAKA
· Bloom dan Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi Edisi 12. Jakarta: EGC
· Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:EGC
· Handojo, Yurita. 2000. Atlas Berwarna dan Text Fisiologi. Edisi 4. Jakarta: Hipokrates
· Lauralee Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC
· Rizzo,Donald C. 2001. Delmar’s Fundamentals of Anatomy And Physiology. USA: Delmar
· 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta: EGC

No comments:

Post a Comment