Monday, November 1, 2010

METABOLISME, SUHU DAN CAIRAN TUBUH

Cara Meningkatkan stamina
1. Olahraga
Olahraga, terutama jenis aerobik, adalah obat terbaik mengatasi kelelahan dan menambah energi. Olahraga aerobik, seperti bersepeda, berenang, dan lari, akan memperkuat jantung sehingga lebih banyak lagi pasokan oksigen yang sampai ke tubuh. Lebih banyak oksigen, artinya lebih panas lagi organ dalam dapat bekerja sehingga meningkatkan efisiensi produksi energi.
2. Minum lebih banyak
Kurang cairan adalah penyebab kelelahan. Jika tubuh kekurangan cairan, darah mengental. Akibatnya, aliran darah menjadi lambat dan butuh waktu lebih bagi sel tubuh untuk mendapatkan oksigen.
3. Makan sedikit, tetapi sering

Makanlah dengan porsi kecil bergizi seimbang, tetapi sering. Makan porsi besar kaya karbohidrat menyebabkan gula darah membumbung. Ini membuat lebih banyak insulin yang dikeluarkan tubuh. Kondisi ini akan menyebabkan terlalu banyak gula darah dikirim ke sel otot untuk disimpan. Inilah biang keladi kelelahan.
4. Konsumsi Suplemen Vitamin, Mineral, dan Asam Lemak Omega 3.
Vitamin antioksidan membantu tubuh menetralkan kerusakan dalam sel karena serangan radikal bebas. Mineral mendukung kinerja hati dan ginjal dalam melakukan kerja detoksifikasi tubuh. Asam lemak omega 3 membantu kerja setiap sel tubuh agar berjalan mulus.
5. Ubah Rutinitas.
Bila kegiatan sehari-hari sudah dapat ditebak, ubah kebiasaan itu. Ini dapat menyebabkan kebosanan, biang keladi penguras energi. Coba dengarkan jenis musik baru, tempuh rute baru ke kantor, atau ngobrol dengan orang baru.
6. Istirahat Sejenak.
Manusia sudah diprogram oleh Yang Maha Kuasa untuk bergerak antara menghabiskan dan meregenerasi energi. Siklus ini berlangsung selama 90-120 menit selama waktu terjaga. Jika kita mengabaikan itu, akan mudah kelelahan. Istirahatlah beberapa menit untuk memulihkan energy.
METABOLISME ENERGI
1. G L I K O L I S I S.
Glikolisis adalah pemecahan glukosa menjadi asam piruvat atau asam laktat. Jalur ini terutama terjadi dalam otot bergaris, yang dimaksudkan untuk menghasilkan energi (ATP). Apabila glikolisis terjadi dalam suasana anaerobik maka akan berakhir dengan asam laktat, dan menghasilkan dua ATP.
1.1.Tahapan reaksi glikolisis.
Proses glikolisis adalah sebagai berikut :
1. Pada awalnya glikolisis dibutuhkan energi yang berasal dari dua molekul ATP, yang pertama untuk mengikat glukosa yang masuk lintasan glikolisis, melalui fosforilasi menjadi glukosa-6 fosfat dengan dikatalisir oleh enzim heksokinase atau glukokinase pada sel parenkim hati dan sel Pulau Langerhans pankreas.
2. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi fruktosa 6- fosfat dengan bantuan enzim fosfoheksosa isomerase dalam suatu reaksi isomerasi aldosa-ketosa. -glukosa 6-fosfat.
3. ATP yang kedua digunakan untuk mengubah fruktosa 6-fosfat menjadi fruktosa 1,6-difosfat, menggunakan enzim fosfofruktokinase dan menghasilkan ADP.
4. Fruktosa 1,6-difosfat dipecah menjadi 2 senyawa triosa fosfat yaitu gliseraldehid 3-fosfat dan dihidroksiaseton fosfat. Reaksi ini dikatalisir oleh enzim aldolase (fruktosa 1,6-bifosfat aldolase).
5. Gliseraldehid 3-fosfat dapat berubah menjadi dihidroksi aseton fosfat dan sebaliknya (reaksi interkonversi). Reaksi bolak-balik ini mendapatkan katalisator enzim fosfotriosa isomerase.
6. Glikolisis berlangsung melalui oksidasi Gliseraldehid 3-fosfat menjadi 1,3 bifosfogliserat, dan karena aktivitas enzim fosfotriosa isomerase, senyawa dihidroksi aseton fosfat juga dioksidasi menjadi 1,3-bifosfogliserat melewati gliseraldehid 3-fosfat.
1,3-bifosfogliserat + NADH + H+
«D-gliseraldehid 3-fosfat + NAD + Pi
Enzim yang bertanggung jawab terhadap oksidasi di atas adalah gliseraldehid 3-fosfat dehidrogenase, suatu enzim yang bergantung kepada NAD.
7. Energi yang dihasilkan dalam proses oksidasi disimpan melalui pembentukan ikatan sulfur berenergi tinggi, setelah fosforolisis, sebuah gugus fosfat berenergi tinggi dalam posisi 1 senyawa 1,3 bifosfogliserat. Fosfat berenergi tinggi ini ditangkap menjadi ATP dalam reaksi lebih lanjut dengan ADP, yang dikatalisir oleh enzim fosfogliserat kinase. Senyawa sisa yang dihasilkan adalah 3-fosfogliserat.
3-fosfogliserat + ATP«1,3-bifosfogliserat + ADP
Karena ada dua molekul 1,3-bifosfogliserat, maka energi yang dihasilkan adalah 2 x 1P = 2P (+2P)
8. 3-fosfogliserat diubah menjadi 2-fosfogliserat dengan dikatalisir oleh enzim fosfogliserat mutase. Senyawa 2,3-bifosfogliserat (difosfogliserat, DPG) merupakan intermediat dalam reaksi ini.
9. Fosfogliserat diubah menjadi fosfoenol piruvat (PEP) dengan bantuan enzim enolase. Reaksi ini melibatkan dehidrasi serta pendistribusian kembali energi di dalam molekul, menaikkan valensi fosfat dari posisi 2 ke status berenergi tinggi. Enolase dihambat oleh fluoride, suatu unsur yang dapat digunakan jika glikolisis di dalam darah perlu dicegah sebelum kadar glukosa darah diperiksa.
10. Fosfat berenergi tinggi PEP dipindahkan pada ADP oleh enzim piruvat kinase sehingga menghasilkan ATP. Enol piruvat yang terbentuk dalam reaksi ini mengalami konversi spontan menjadi keto piruvat. Reaksi ini disertai kehilangan energi bebas dalam jumlah besar sebagai panas dan secara fisiologis adalah irreversible. 2 molekul PEP maka terbentuk 2 molekul enol piruvat sehingga total
hasil energi pada tahap ini adalah 2 x 1P = 2P. (+2P)
11. Jika keadaan bersifat anaerob (tak tersedia oksigen), reoksidasi NADH melalui pemindahan sejumlah unsure ekuivalen pereduksi akan dicegah. Piruvat akan direduksi oleh NADH menjadi laktat. Reaksi ini dikatalisir oleh enzim laktat dehidrogenase.

Dalam keadaan aerob, piruvat diambil oleh mitokondria, dan setelah konversi menjadi asetil-KoA, akan dioksidasi menjadi CO2 melalui siklus asam sitrat (Siklus Kreb’s). Ekuivalen pereduksi dari reaksi NADH + H+ yang terbentuk dalam glikolisis akan diambil oleh mitokondria untuk oksidasi melalui salah satu dari reaksi ulang alik.
2. OKSIDASI ASAM PIRUVAT MENJADI ASETIL-KoA
Asam piruvat dapat masuk ke dalam mitokhondria dengan pertolongan suatu transporter. Asam piruvat mengalami oksodasi-dekarboksilasi oleh suatu enzim yang tersusun rapi dalam matriks mitokhondria. Enzim-enzim ini disebut piruvat dehidrogenase kompleks
( gambar 5 dan 6 ).
Mula-mula asam piruvat mengalami dekarboksilasi. Reaksi ini dikatalisis enzim piruvat dehidrogenase. Tiamin pirofosfat bertindak sebagai ko-enzim. Dalam reaksi ini terbentuk CO2 dan a-hidroksietil-tiaminpirofosfat atau disebut juga "aktif asetaldehid". Senyawa yang disebut belakangan ini dipindah ke prostetik lipoamide, yang merupakan bagian dari enzim transasetilase. Dalam perpindahan ini disulfida dari lipoamide tereduksi, asetildehida teroksidasi menjadi asetil aktif yang terikat sebagai tioester. Gugusan asetil ini kemudian bereaksi dengan koenzim-A, membentuk asetil-S-KoA, dan menghasilkan lipoamide dalam bentuk disulfhidril(tereduksi). Koenzim yang tereduksi ini dioksidasi kembali oleh suatu flavoprotein, dihidrolipoil dehidrogenase. Flavoprotein yang tereduksi kemudian dioksidasi oleh NAD+. Ringkasnya, reaksinya adalah sebagai berikut:
CH3COCOOH + HSCoA + NAD+ ® CH3CO-SCoA + NADH + H+
Piruvat dehidrogenase diaktifasi oleh fruktosa difosfat, dan dihambat oleh hasil reaksinya yaitu NADH dan asetilKoA. Enzim ini juga dihambat oleh aktivitas oksidasi asam lemak, yang mana akan meningkatkan rasio Asetil-KoA / KoA, NADH / NAD+ dan ATP / ADP. Peningkatan rasio diatas akan mengaktivasi piruvat dehidrogenase (PDH) kinase yang akan mengkatalisis fosforilasi enzim PDH a menjadi PDH b yang tidak aktif. PDH fosfatase akan menghidrolisis PDH b menjadi PDH a yang aktif. PDH fosfatase diaktivasi oleh insulin. Arsenit atau ion merkuri membentuk komplek dengan gugusan -SH dari asam lipoat dan menghambat piruvat dehidrogenase. Kekurangan tiamin akan menyebabkan asam piruvat tertimbun.
3. GLUKONEOGENESIS
Glukoneogenesis adalah suatu pembentukan glukosa dari senyawa yang bukan karbohidrat. Glukoneogenesis penting sekali untuk menyediakan glukosa, apabila didalam diet tidak mengandung cukup karbohidrat. Syaraf, medulla dari ginjal, testes, jaringan embriyo dan eritrosit memerlukan glukosa sebagai sumber utama penghasil energi. Glukosa diperlukan oleh jaringan adiposa untuk menjaga senyawa antara siklus asam sitrat. Didalam mammae, glukosa diperlukan untuk membuat laktosa. Didalam otot, glukosa merupakan satu-satunya bahan untuk membentuk energi dalam keadaan anaerobik.
Jalur yang dipakai dalam glukoneogenesis adalah modifikasi dan adaptasi dari jalur Embden-Meyerhof dan siklus asam sitrat.
Enzim tambahan yang diperlukan dalam proses ini selain dari enzim-enzim dalam kedua jalur diatas adalah :
· Piruvat karboksilase.
· Fosfoenolpiruvat karboksikinase.
· Fruktosa 1,6-bisfosfatase (tidak ada dalam otot jantung dan otot polos).
· Glukosa 6-fosfatase.
Dalam keadaan puasa, enzim piruvat karboksilase dan enzim fosfoenolpiruvat karboksikinase sintesisnya meningkat. Sintesis enzim ini juga dipengaruhi oleh hormon glukokortikoid. Dalam keadaan puasa, oksidasi asam lemak dalam hepar meningkat. Ini membawa akibat yang menguntungkan untuk glukoneogenesis karena akan menghasilkan ATP, NADH dan oksaloasetat.
Asam lemak dan asetil-KoA akan menghambat enzim-enzim fosfofruktokinase, piruvat kinase dan piruvat dehidrogenase, mengaktifkan enzim-enzim piruvat karboksilase dan fruktosa 1,6-bisfosfatase.
Substrat untuk glukoneogenesis adalah :
· asam laktat yang berasal dari otot, sel darah merah, medulla dari glandula supra-renalis, retina dan sumsum tulang.
· gliserol, yang berasal dari jaringan lemak dan asam amino yang berasal dari protein.
· asam propionat, yang dihasilkan dalam proses pencernaan pada hewan memamah biak.
· asam amino glikogenik.
Perubahan asam laktat menjadi glukosa
Untuk mengubah asam laktat menjadi glukosa dapat dilihat pada diagram. Asam laktat di dalam sitoplasma diubah menjadi asam piruvat, kemudian asam piruvat masuk ke dalam mitokhondria dan diubah menjadi oksaloasetat. Karena oksaloasetat tidak dapat melewati membran mitokhondria, maka diubah dulu menjadi malat. Di sitoplasma malat diubah kembali menjadi oksaloasetat. Oksaloasetat kemudian diubah menjadi fosfoenolpiruvat yang selanjutnya berjalan ke arah kebalikan jalur Embden-Meyerhof dan akhirnya akan menjadi glukosa.
Beberapa reaksi dan enzim-enzim tambahan untuk mengubah asam laktat menjadi glukosa adalah :
· Enzim piruvat karboksilase mengkatalisis reaksi: Piruvat ® Oksaloasetat.
Dalam reaksi ini diperlukan ATP, CO2 (berasal dari H2CO3), biotin ( yang diperlukan untuk mengikat bikarbonat pada enzim sebelum ditambahkan pada asam piruvat ) dan ion Mg.
· Enzim fosfoenolpiruvat karboksikinase (ekstra mitokhondrial) mengkatalisis reaksi : Oksaloasetat ® Fosfoenolpiruvat
Dalam reaksi ini diperlukan "high energy phosphate" GTP atau ATP, dan akan terbentuk CO2.
· Enzim fruktosa 1,6-bisfosfatase akan mengkatalisis reaksi:
Fruktosa 1,6-bisfosfat ® Fruktosa 6-fosfat
Enzim ini bisa didapatkan dalam hati, ginjal otot bergaris, sedangkan jaringan lemak, otot jantung dan otot polos tidak mengandung enzim fruktosa 1,6-bisfosfatase.
· Enzim glukosa 6-fosfatase mengkatalisis reaksi: Glukosa 6-fosfat ® Glukosa
Enzim ini terdapat dalam usus halus, hati, ginjal dan platelet, akan tetapi tidak bisa dijumpai dalam otot dan jaringan lemak.
· Enzim gliserokinase mengkatalisis reaksi: Gliserol ® Gliserol 3-fosfat
Dalam reaksi ini diperlukan ATP dan menghasilkan ADP. Enzim ini terutama terdapat dalam hati dan ginjal.
· Enzim gliserol 3-fosfat dehidrogenase mengkatalisis reaksi :
Gliserol 3-fosfat ® Dihidroksi aseton fosfat ( DHAP )
Asam propionat perlu diaktivasi dahulu menjadi propionil-KoA. Enzim tiokinase mengkatalisis reaksi ini dan memerlukan ATP , KoA dan ion Mg. Selanjutnya propionil-KoA diubah menjadi D-metilmalonil-KoA, selanjutnya setelah mengalami rasemisasi akan diubah menjadi L-metilmalonil-KoA. Senyawa ini kemudian akan diubah menjadi suksinil-KoA yang akan masuk ke dalam siklus asam sitrat yang akhirnya akan diubah menjadi glukosa melalui kebalikan jalur Embden-Meyerhof.
Proses oksidasi acetyl KoA (citric Acid cycle)
Molekul asetil KoA yang merupakan produk akhir dari proses konversi piruvat kemudain akan masuk ke dalam siklus Asam Sitrat. Secara sederhana persamaan reksi untuk 1 siklus Asam Sitrat dapat dituliskan :
4. SIKLUS KREBS
Siklus Kreb’s berlangsung di dalam mitokondria. Siklus asam sitrat merupakan jalur bersama oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Siklus asam sitrat merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan katabolisme asetil KoA, dengan membebaskan sejumlah ekuivalen hidrogen yang pada oksidasi menyebabkan pelepasan dan penangkapan sebagian besar energi yang tersedia dari bahan bakar jaringan, dalam bentuk ATP. Residu KoA, asetat aktif),~asetil ini berada dalam bentuk asetil-KoA (CH3-CO suatu ester koenzim A. Ko-A mengandung vitamin asam pantotenat.
Fungsi utama siklus asam sitrat adalah sebagai lintasan akhir bersama untuk oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Hal ini terjadi karena glukosa, asam lemak dan banyak asam amino dimetabolisir menjadi asetil KoA atau intermediat yang ada dalam siklus tersebut.
Reaksi dalam siklus Kreb’s tidak mungkin terjadi tanpa bantuan enzim. Enzim- enzim tersebut mempunyai tugasnya masing- masing.
(Gambar Siklus Kreb’s)
Berikut ini adalah enzim- enzim dan peranannya dalam siklus Kreb’s :
No.
Enzim
Peranannya
1.
Sitrat Sintase
Pembentukan asam sitrat :
Kondensasi antara Arsetil CoA dan Oksalosetat → Asam Sitrat
2.
Akonitat Hidratase
Perubahan Sitrat → Isositrat :
Asam Sitrat → Asam CIS-Akonitat → Asam Isositrat
3.
Isositrat Dehidrogenase
Oksidasi isositrat → ά Ketoglutarat :
Oksaloluksinat → ά Ketoglutarat
4.
ά Ketoglutarat Dehidrogenase komplex Mg2+
Oksidasi ά Ketoglutarat → Suksinol CoA
5.
Suksinil CoA Sintase
Perubahan Suksinil CoA → Suksinat
6.
Suksinat Dehidrogenase
Dehidrogenase dari Suksinat → Fumarat
7.
Fumarase
Hidrasi Fumarat → Malat
8.
Malat Dehidrogenase
Dehidrogenase Malat → Oksalosetat
5. PROSES /RANTAI TRANSPOR ELEKTRON
Proses konversi molekul FADH2 dan NADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat (citric acid cycle) menjadi energi dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif (oxidative phosphorylation) atau juga Rantai Transpor Elektron (electron transport chain). Di dalam proses ini, elektron-elektron yang terkandung didalam molekul NADH & FADH2 ini akan dipindahkan ke dalam aseptor utama yaitu oksigen (O2). Pada akhir tahapan proses ini, elektron yang terdapat di dalam molekul NADH akan mampu untuk menghasilkan 3 buah molekul ATP sedangkan elektron yang terdapat dalam molekul FADH akan menghasilkan 2 buah molekul ATP.
HUBUNGAN ANTARA METABOLISME KARBOHIDRAT, LIPID DAN PROTEIN
Katabolisme dan anabolisme merupakan proses yang saling melengkapi dan berkaitan satu dengan yang lain. Secara keseluruhan proses anabolisme dan katabolisme harus berjalan bersama-sama, karena setiap pasang proses menyediakan energi atau bahan yang diperlukan oleh pasangan yang lain. Hubungan antara keduanya dijelaskan sebagai berikut, pada :
1. Aspek oksidasi dan reduksi, katabolismenya menggunakan bentuk oksidasi (NAD+ + NADP+) dan menghasilkan bentuk reduksi (NADH dan NADPH) sementara proses anabolisme membutuhkan bentuk reduksi dan menghasilkan bentuk oksidasi.
2. Aspek energi, katabolisme merupakan eksargonik (menghasilkan energi) dengan menggunakan ADP dan menghasilkan ATP. Senyawa ATP yang dihasilkan kemudian digunakan kembali dalam reaksi endergonik (membutuhkan energi) pada proses anabolisme dan kembali menghasilkan ADP ( dan AMP).
3. Aspek materi, produk akhir antara yang dihasilkan dalam katabolisme umumnya menjadi materi awal dalam anabolisme. Demikian juga sebaliknya.
Degradasi molekul dalam proses metabolisme dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama, polisakarida dihidrolisis menjadi monosakarida, protein dihidrolisis menjadi komponen asam aminonya dan triasilgliserol, sumber utama lipid makanan, dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Sedangkan asam nukelat dihidrolisis menjadi mononuleotida. Tiga makromolekul pertama proses degradasinya berhubungan dengan energi. Proses ini hidrolitik dan energinya dilepaskan (dari tiga makromolekul = lipid, karbohidrat dan protein) untuk menyediakan energi bagi mahluk hidup.
Gambar 9.9 Hubungan Antara Metabolisme Biomolekul (protein, karbohidrat dan lipid)
Tahap kedua, monosakarida, gliserol dan asam lemak didegradasi lanjut membentuk asetil KoA melalui proses pembentukan beberapa senyawa fosfat kaya energi. Dalam glikolisis heksosa diubah menjadi piruvat kemudian menjadi asetil KoA melalui reaksi seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hal yang sama terjadi pada asam lemak rantai panjang dioksidasi menjadi asetil KoA, sementara gliserol diubah menjadi piruvat dan asetil KoA melalui rangkaian glikolitik. Sedangkan mononukleotida didegradasi menjadi gula pentosa, basa nitrogen dan lainnya.
Khusus untuk degradasi asam amino keadaannya berbeda. Dalam tahap kedua, asam amino alanin, serin, treonin, glisin, dan sistein, didegradasi menjadi piruvat dan diubah kembali menjadi asetil KoA. Asam amino prolin, histidin, glutamin, dan arginin, didegradasi menjadi asam glutamat melalui proses transaminasi menghasilkan a-ketoglutarat, molekul antara siklus asam trikarboksilat. Asam aspartat dan asparagin ditransaminasi menjadi oksalat, molekul antara lain dalam siklus asam trikarboksilat. Asam-asam amino leusin, triptofan, lisin, fenilalanin dan tirosin didegradasi menjadi asetoasetil KoA dan diubah kembali menjadi asetil KoA. Sementara asam-asam amiino isoleusin, metionin dan valin diubah menjadi suksinil KoA selama degradasi. Fenilalanin dan tirosin dapat juga didegradasi secara oksidatif membentuk asam fumarat.
Dengan demikian kerangka karbon asam amino menghasilkan senyawa antara untuk siklus asam sitrat atau asetil KoA. Produk yang sama dihasilkan dari karbohidrat atau lipid selama oksidasi senyawa tersebut. Dalam tahap ketiga, ATP kaya energi dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif.
Anabolisme makromolekul juga berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama sintesis protein dimulai dari pembentukan asam alfa-keto dan pemula lain. Sintesis lipid dimulai dengan pembentukan molekul kecil asetat, malonat dan lainnya. Tahap awal sintesis asam nukleat dimulai dari pembentukan karbamoilfosfat, ribosa dan molekul lain. Tahap awal sintesis karbohidrat mulai dari molekul piruvat, malat dan seterusnya. Selanjutnya tahap kedua asam alfa-keto teraminasi oleh donor gugus amino membentuk asam amino, gugus asetil dibangun menjadi asam lemak, piruvat dan malat menjadi prekusor untuk pembentukan monosakarida, dan pembentukan mononukleotida dari gula pentosa, basa nitrogen dan asam fosfat. Tahap terakhir anabolisme, asam amino disusun menjadi rantai polipeptida membentuk berbagai jenis protein, asam lemak dan molekul lain yang dirangkaikan membentuk berbagai lipid; mononukleotida ditata membentuk polinukleotida (asam nukleat); dan mononukleotida diatur menjadi berbagai polisakarida karbohidrat.
SUHU TUBUH
Suhu Tubuh Normal
Pengukuran yang dilakukan sebagian besar orang yang sehat memperlihatkan rentang suhu normal yang diukur per oral, mulai dari dibawah 97ºF (36ºC) sampai lebih dari 99,5ºF (37,5ºC). Suhu inti normal secara rata-rata umum adalah antara 98ºF dan 98,6ºF bila diukur per oral, dan kira-kira 1ºF lebih tinggi bila diukur per rectal.Suhu tubuh normal pada celcius yaitu 36,50C - 37,50C. tergantung dari: waktu pengukuran, tempat pengukuran, dan metabolisme tubuh.

Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu tubuh inti telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.

Mekanisme Tubuh Ketika Suhu Tubuh Berubah

1. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat yaitu :
a. Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.
b. Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati batas kritis, yaitu 37°C. pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salh satu mekanisme tubuh ketika suhu meningkat melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin.
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati batas kritis, yaitu 37°C. pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salh satu mekanisme tubuh ketika suhu meningkat melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin.
Mekanisme berkeringat
Peol berlari


Metabolisme basal
Metabolisme tambahan
-
Suhu tubuh
disebabkan oleh aktivitas otot
-
Merangsang area preoptik bagian anterior hipotalamus
Pengaruh hormon tiroksin, epineprin, non epineprin, testosteron
- Aktivita kimiawi sel
-
Medula spinalis

Jaras otonom
Metabolisme tambahan yang diprlukan untuk pencernaan, absorsi, penyimpanan makanan. (efek termogenik makanan)
Berkeringat

Suhu tubuh
Jaras simpatis
Kulit ( glandula sebasea)


c. Penurunan pembentukan panas
Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan menggigil dihambat dengan kuat.
2. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun, yaitu :
a. Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh
Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus posterior.
b. Piloereksi
Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada folikel rambut berdiri. Mekanisme ini tidak penting pada manusia, tetapi pada binatang tingkat rendah, berdirinya bulu ini akan berfungsi sebagai isolator panas terhadap lingkungan.
c. Peningkatan pembentukan panas
Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat melalui mekanisme menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan sekresi tiroksin.

Penjalaran Sinyal Suhu Pada Sistem Saraf

Sinyal suhu yang dibawa oleh reseptor pada kulit akan diteruskan ke dalam otak melalui jaras spinotalamikus (mekanismenya hamper sama dengan sensasi nyeri). Ketika sinyal suhu sampai di tingkat medulla spinalis , sinyal akan menjalar dalam traktus Lissauer beberapa segmen di atas atau di bawah, dan selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II dan III radiks dorsalis.
Setelah mengalami percabangan melalui satu atau lebih neuron dalam medulla spinalis, sinyal suhu selanjutnya akan dijalarkan ke serabut termal asenden yang menyilang ke traktus sensorik anterolateral sisi berlawanan, dan akan berakhir di tingkat reticular batang otak dan komplek ventrobasal thalamus. Beberapa sinyal suhu pada kompleks ventrobasal akan diteruskan ke korteks somatosensorik.

Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
2. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hamper seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.
3. Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.
4. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal
5. Hormone kelamin
Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
6. Demam ( peradangan )
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
7. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
8. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
9. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.
Mekanisme Kehilangan Panas Melalui Kulit

Tubuh menggunakan emat mekanisme pemindahan panas : radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
1. Radiasi
Radiasi adalah emisi energy panas dari permukaan tubuh yang hangat dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau gelombang panas yang berjalan memlalui ruang.1 Banyaknya panas yang dipindahkan dari satu tubuh ke lainnya oleh radiasi adalah seperempat fungsi kekuatan dari suhu tubuh yang beradiasi.2 Pada orang telanjang yang sedang duduk pada suhu kamar yang normal sekitar 60% dari kehilangan panas total melalui radiasi. Sebagian besar gelombang panas infra merah yang memancar dari tubuh memiliki panjang gelombang 5 samapai 20 mikrometer, sekitar 10 sampai 30 kali panjang gelombang cahaya. Semua benda yang tidak berada pada suhu nol absolut memancarkan panas seperti gelombang tersebut. Tubuh manusia menyebarkan gelombang ke segala penjuru.3
Bila suatu objek lebih panas daripada kulit, tubuh mengambil radiasi darinya, tetapi bila objek lebih dingin (atau bukan suatu tubuh yang beradiasi) maka kulit akan kehilangan panas dengan cara radiasi. Tubuh mengalami penguranagan atau penabahan panas melalui radiasi bergantung pada perbedaan suhu antara permukaan kulit dan permukaan berbagai benda lain di lingkungan. Karena perpindahan netto panas melalui radiasi selalu dari benda
2. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas antara benda-benda yang berbeda suhunya yang berkontak langsung satu sama lain.1 seperti yang diperlihatkan pada figure 73-4, hanya sejumlah kecil panas, yakni 3%, yang biasanya hilang dari tubuh melalui permukaan tubuh melalui konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda lain. Sebaliknya, kehilangan panas melalui konduksi ke udara mencerminkan kehilangan panas tubuh yang cukup besar (kira-kira 15 persen) walaupun dala keadaan normal.3
Panas berpindah mengikuti penurunan gradient termal dari benda yang lebih panas ke yang lebih dingin karena dipindahkan dari molekul ke molekul. Semua molekul terus-menerus bergetar, degan molekul yang lebih panas bergerak lebih cepat dari pada yang lebih dingin. Sewaktu molekul-molekl dengan panas yang berbeda bersentuhan satu sama lain, molekul yang lebih panas dan bergerak lebih cepat akan memacu molekul yang lebih dingin untuk bergerak lebih cepat, sehingga molekul yang lebih dingin itu menjadi lebih hangat. Selama proses ini, molekul yang semula lebih panas akan kehilangan sebagian energy termalnya sewaktu molekul tersebut melambat dan menjadi lebih dingin. Dengan demikian jika cukup waktu suhu dua benda yang saling bersentuhan pada akhirnya akan sama.2
Kecepatan perpindahan panas melalui konduksi bergantung pada perbedaan suhu antara benda-benda yang bersentuhan dan konduktivitas termal bahan-bahan yang terlibat (yaitu, seberapa mudah panas dikonduksikan oleh molekul-molekul bahan tersebut). Panas dapat bertambah atau berkurang melalui konduksi apabila kulit bersentuhan dengan konduktor yang baik.1
3. Konveksi
Konveksi mengacu pada perpindaha energy panas melalui arus udara (atau H2O).1 sejumlah kecil koveksi hamoir selalu terjadi disekitar tubuh akibat kecenderungan udara di sekitar kulit untuk naik sewaktu menjadi panas. Oleh karena itu, pada orang telanjang yang duduk di ruangan yang nyaman tanpa gerakan udara yang besar, akan kehilangan sekitar 15 persen dari total panas yang hilang melalui konduksi ke udara dan kemudian melalui konveksi udara yang menjauhi tubuhnya.
Efek pendinginan oleh angin. Bila tubuh terpajan oleh angin, lapisan udara yang berdekatan dengan kulit akan segera digantikan oleh udara baru secara jauh lebih cepat dari keadaan normal dan kehilangan panas melalui konveksi juga ikut meningkat.
Konduksi dan konveksi panas pada orang yang berdiam di air. Air memiliki panas khusus beberapa ribu kali lebih besar daripada udara, sehingga setiap unit bagian air yang berdekatan kekulit dapat mengabsorbsi jumlah panas yang lebih besar daripada udara. Demikian juga, konduktivitas panas di dalam air lebih besar di bandingkan dengan udara. Akibatnya, tidak mengkin bagi tubuh untuk memanaskan satu lapisan tipis air yang berdekatan dengan tubuh untuk membentuk suatu “zona penyekat” seperti yang terjadi pada udara. Oleh karena itu, kecepatan kehilangan panas ke air biasanya beberapa kali lebih besar dari pada kecepatan kehilangan panas ke udara.3
4. Evaporasi
Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas sebesar 0,58 kalori (kkal) akan hilang untuk setiap satu gram air yang mengalami evaporasi. Bahkan bila orang tersebut tidak berkeringat, air masih berevaporasi secara tidak kelihatan dari kulit dan paru. Evaporasi melalui kulit dan paru yang tidak kelihatan ini tidak dapat dikendalikan untuk tujuan oeng pengaturan suhu karena evaporasi tersebut di hasilkan dari difusi molekul air yang terus menerus melalui permukaan kulit dan pernapasan. Akan tetapi kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat dikendalikan dengan pengaturan kecepatan berkeringat.
Evaporasi merupakan mekanisme pendinginan yang dibutuhkan pada suhu udara yang sangat tinggi. Selama suhu kulit lebih tinggi dari suhu lingkungan panas dapat hilang melalui radiasi dan konduksi. Tetapi ketika suhu lingkungan menjadi leih tinggi dari suhu kulit, bukan justru menghilangkan panas, tetapi tubuh memperoleh panas melalui radiasi dan konduksi. Dalam keadaan seperti ini, satu-satunya agar tubuh dapat melepaskan panas adalah dengan evaporasi.3
Faktor terpenting menentukan tingkat evaporasi keringat adalah kelembaban relative udara (persentase uap H2O yang sebenarnya terdapat di udara dibandingkan dengan jumlah terbesar yang dapat dikandung udara pada suhu tersebut). Apabila kelembaban relatif tinggi, udar hamper jenuh oleh H2O, sehingga kemampuannya untuk menyerap tambahan kelembaban dari kulit berkurang.1

MEKANISME KELETIHAN
Aktifitas berlebihan

metabolism meningkat
menggunakan reaksi aerob
menjadi reaksi anaerob
asam piruvat
asam laktat
menumpuk di aliran darah
keletihan


CAIRAN TUBUH
Fungsi cairan tubuh:
  1. Media semua reaksi kimia tubuh
  2. Berperan dalam pengaturan distribusi kimia & biolistrik dalam sel
  3. Alat transport hormon & nutrien
  4. Membawa O2 dari paru-paru ke sel tubuh
  5. Membawa CO2 dari sel ke paru-paru
  6. Mengencerkan zat toksik dan waste product serta membawanya ke ginjal dan hati
  7. Distribusi panas ke seluruh tubuh
Factor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
  1. umur
Tergantung pada usia dan jenis kelamin, kontribusi air untuk berat badan terletak antara 0,46 dan 0,75. pada bayi, proporsi air adalah 0,75; pada pria dewasa muda, 0,64 (wanita: 0,53); pada pria yang lebih tua 0,53 (wanita: 0,46). Perbedaan antara jenis kelamin (seperti perbedaan individual) terutama karna proporsi lemak balam tubuh: sebagian besar jaringan mempunyai kandungan air rata-rata 0,73 (dewasa muda) sedangkan dalam lemak hanya sekitar 0,2.
  1. suhu lingkungan
  2. diet
  3. stress
  4. penyakit
Tekanan Cairan
  1. Tekanan osmotik & onkotik
Tekanan osmotic : tekanan untuk mencegah aliran osmotik cairan
Tekanan onkotik : gaya tarik s/ koloid agar air tetap berada dalam plasma darah di intravaskular
  1. Tekanan hidrostatik (» filtration force)
Yaitu tekanan yang digunakan oleh air dalam sistem tertutup.
Distribusi cairan tubuh
volume cairan kompartemen
Jenis cairan
Volume cairan
(% BB)
Persentase dari air tubuh total
Volume pada BB 70 Kg
Total
60
42 L
Intraseluler
40
67 %
28 L
Ekstraseluler
l Plasma
l Interstitial
20
5
15
33 %
8 %
25 %
14 L
3,5 L
10,5 L
Komposisi elektrolit pada CES dan CIS
Plasma (mEq/L)
Air plasma (mEq/L)
Cairan intertisial (mEq/L)
Cairan intaselular (mEq/L)
Kation:
l Na+
l K+
l Ca2+
l Mg2+
153
142
4
5
2
164,6
152,7
4,3
5,4
2,2
153
145
4
2-3
1-2
195
10
156
3,2
26
Anion :
l HCO3-
l Cl-
l HPO4-
153
28
103
2,1
164,6
30,1
110,8
2,3
153
31
116
2,5
195
8
2
125
Pengaturan volume cairan
Peranan ginjal
Filtrasi, Reabsorpsi, Sekresi & Ekskresi di Nefron
Pengaturan osmolaritas cairan
Homeostasis air diatur dengan cara:
  1. pertukaran air via dinding sel
a) Difusi
difusi adalah perpindahan molekul dari tekanan/konsentrasi tinggi ke tekanan/konsentrasi rendah.
b) Osmosis
osmosis merupakan perpindahan air dari konsentrasi zat terlarut rendah ke konsentrasi zat terlarut tinggi.
c) Transport aktif
perpindahan molekul dari tekanan/konsentrasi rendah ke konsntrasi tinggi dgn menggunakan energy
  1. a) pertukaran air via osmoreseptor di hypothalamus, dengan dua macam:
i. jika osmolaritar CES↑ → sekresi ADH↑ → reabsorpsi air↑ → urin yang dihasilkan pekat
ii. jika osmolaritas CES↓ → sekresi ADH ↓ → reabsorpsi air↓ → urin yang dihasilkan ↓
b) pertukaran air via baroreseptor di sinus caroticus dan atrium dextra:
i volume intravascular (darah dan plasma)↓ → sekresi ADH↑ → reabsorpsi air↑ → untuk memperbaiki volume intravasculat
ii volume intravascular (darah dan plasma)↑ → sekresi ADH↓ → reabsorpsi air↓ → untuk mengurangi volume intravascular
c) pertukaran air via masukan cairan
bila volume intravascular↓ atau osmolaritas CES↑ → ransangan hipotalamus → rasa haus → dorongan untuk minum
Mekanisme Keseimbangan Cairan Tubuh
Osmolaritas Plasma ↓

Kenaikan Osmolaritas CES
Osmolaritas CIS ↑
Merangsang Hipofise
Vasopresin ↑
Sekresi ADH ↑
Volume Plasma ↑
Osmolaritas ↓
Sekresi urin ↓
Permeabilitas Tubulus distal dan
pengumpul terhadap H2O ↑
Reabsorbsi H2O ↑
Cairan Tubuh ↑
Intake H2O ↑
Merangsang pusat rasa haus
Cairan tubuh ↑


Peranan Rasa Haus Dalam Mengatur Osmolaritas Cairan Ekstrasel Dan Konsentrasi Natrium
Ginjal meminimalkan kehilangan cairan selama terjadi kekurangan air, melalui sistem umpan balik osmoreseptor ADH.akan tetapi, asupan cairan yang adekuat diperlukan untuk mengimbangi kehilangan cairan yang terjadi melalui keringat dan napas serta melalui saluran pencernaan. Asupan cairan diatur oleh mekanisme rasa haus,yang bersama dengan mekanisme osmoreseptor ADH, mempertahankan control osmolaritas cairan ekstra sel dan konsentrasi natrium secara tepat.
Pusat rasa haus di sistem saraf pusat
Pusat rasa haus
· Daerah di sepanjang dinding antero ventral dari ventrikel ketiga : dapat meningkatkan pelepasan ADH dan merangsang rasa haus.
· Daerah kecil antero lateral dari nucleus preoktik : bila di stimulasi sacara listrik, menyebabkan kegiatan minum dengan segera dan berlanjut salama rangsangan berlangsung.
Hipotalamus di pusat rasa haus

Osmolalitas
Angiostensin II
Mulut Kering
Hipovolemik
Mekanisme Haus
HAUS

Aktivisasi renin angiostensin
Peningkatan osmolaritas Plasma


Stimulus terhadap rasa haus
  1. Peningkatan osmolaritas cairan ekstra sel
Peningkatan osmolaritas cairan ekstra sel merupakan faktor terpenting, menyebabkan dehidrasi intrasel dipusat rasa haus. Kegunaannya membantu mengencerkan cairan ekstra sel dan mengembalikan osmolaritas ke keadaan normal.
  1. Penurunan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri
Kehilangan volume darah melalui perdarahan akan merangsang rasa haus walaupun mungkin tidak terjadi perubahan osmolaritas plasma. Hal ini mungkin terjadi akibat input netral dari baroreseptor kardiopulmonal dan baroreseptor arteri sistemik di sirkulasi.
  1. Angiotensin II .
Karena angiotensin II juga distimulasi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan hipovolemia dan tekanan darah rendah. Pengaruh angiotensin II pada rasa haus membantu memulihkan volume darah dan tekanan darah kembali normal, bersama dengan kerja lain pada angiotensi II pada ginjal untuk menyalurkan ekskresi.
4. Kekeringan Pada Mulut Dan Membran Mukosa Oesophagus
Kekeringan Pada Mulut Dan Membran Mukosa Oesophagus dapat mendatangkan rasa haus. Akibatnya, seseorang yang kehausan dapat segera meleepaskan rasa dahaganya setelah dia minum, walaupun air tersebut belum diabsorbsi dari saluran pencernaan dan belum memberi efek terhadap osmolaritas cairan ekstrasel.
5. Stimulus gastrointestinal dan faring mempengaruhi timbulnya rasa haus.
Distensi saluran pencernaan juga dapat sedikit mengurangi rasa haus, seperti peniupan sebuah balon dalam lambung dapat menghilangkan rasa haus. Akan tetapi, penurunan sensasi rasa haus melalui mekanisme gastrointestinal/faringeal hanya bertahan singkat; keinginan untuk minum hanya dapat dipuaskan sepenuhnya bila osmolaritas plasma dan volume darah kembali normal.
Mekanisme Renin-Angiotensin
Aparat jukstaglomerulus (JGA) secara terdiri dari sel mukula densa tubulus distal, penggabungan erat bagian arteriol aferen dan eferen nefron yang sama dan daerah nasengial ekstraglomerulus atau “polkissen” (bantalan polar) dengan dua macam sel, yaitu:
a) Sel agranular = sel lasis = sel Goormaghtigh,
b) Sel mesangial granular = sel mioephiteloid.
JGA terletak secara ideal untuk menerima sinyal berkenaan dengan tekanan arterial ginjal (arteriol aferen) dan komposisis urin pada awal tubulus distal (mukula densa), dan menilainya terhadap pengaturan aliran darah ginjal, tekanan filtrasi, dan juga GFR (Glomerulus Filtratin). Disamping itu saraf simpatis ginjal mempengaruhi JGA.
Disamping organ lainnya (misalnya, ginjal, otak hati, kelenjar adrenal), ginjal mengandung enzim proteolitik rennin, yang dapat dibebaskan dan masuk kedalam darah. Rennin bekerja pada sunstrat rennin, angiotensinogen (dari hati) melepaskan suatu dekapeptida (peptide dengan 10 gugus asam amino) disebut Angiotensin I. Converting Enzim, suatu peptidase terdapat dalam paru, ginjal, dan jaringan lainnya, melepaskan dua asam amino dari dekapeptida angiotensin I untuk membentuk oktapeptida yang sangat aktif yaitu Angiotensin II. Angiotensin II dipecah dalam hati dan ginjal.
Pengaturan mekanisme rennin-angiotensin belum jelas dimengerti. Tekanan darah rendah yang akut menyebabkan pelepasan rennin yang memperbaiki tekanan darah atau volume plasma, dan penurunan pelepasan rennin. Penurunan tekanan arteri rata-rata hanya pada satu ginjal juga meningkatkan pelepasan rennin dari ginjal, yang menyebabkan hypertensi sitemik.
Pelepasan rennin dipengaruhi oleh ransangan β- adrenergic dan berespon terhadap epinefrin yang bersirkulasi. Angiotensin II dan aldostero yang dilepaskan olehnya juga mempunyai efek penghambatan pada pelepasan rennin.
Organ target dan efek
1. system kardiovaskular: angiotensin II merupakan substansi vasokontriktor yang paling poten pada organisme dan bekerja lansung pada arteriol. Akibatnya adalah peningkatan tekanan darah. Akibatnya adalah peningkatan tekanan darah. Tidak jelas apakah efek ini terlibat pada pengaturan tekanan darah fisiologis.
2. SSP: angiostensin II meransang “pusat” sirkulasi dengan vasokontriksi yang diakibatka, yang meningkatkan efek lansung pada arteriol. Selanjutnya, angiostensin II memulai mekanisme haus dalam hypothalamus dan meransang pengaturan nafsu terhadap NaCl. Angiostensin II ini mungkin dilepaskan oleh SSP itu sendiri.
3. Ginjal: disini angiostensin II juga menyebabkan efek vasokontriksi, yang dengannya aliran darah ginjal dan GFR dipengaruhi. Selanjutnya terdapat beberapa bukti bahwa JGA dapat bekerja secara local sebagai system umpan balik (tubulo glomerulus) pada masing-masing nefron. Ini berarti bahwa peningkatan GFR dapat meningkatkan konsentrasi NaCl (atau resorpsi) pada macula densa. Melalui sinyal yang tidak diketahui, kontriksi vasa aferen kemudina menurunkan GFR dan beban Na+, dan stimulus untuk makula densa dapat disimpulkan.
Walaupun demikian, pelepasan rennin kedalam system sistemik dan pembentukan angiotensin II sistemik berikutnya menurun bila konsentrasi Nacl pada macula densa meningkat. Jadi, angiotensin II plasma tidak dapat merupakan sinyal untuk umpan balik konstriksi vasa aferen. Apakah angiotensin II intraselular atau sinyal lainnya terlibat dalam mekanisme umpan balik ini tetap belum diketaui.
  1. korteks adrenal: meransang pelepasan aldosteron pada korteks adrenal. Aldostero meningkatkan resorpsi Na+ pada tubulus diatal dan dengan demikian meningkatkan efek penyimpangan Na+ dan H2O akibat pengurangan GFR.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.:
a) Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya.
b) Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan.Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:
1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi olehsel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma. Penurunan reabsosi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (± 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lauralee Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC
2. Handojo, Yurita. 2000. Atlas Berwarna dan Text Fisiologi. Edisi 4. Jakarta: Hipokrates
3. Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:EGC
4. Rizzo,Donald C. 2001. Delmar’s Fundamentals of Anatomy And Physiology. USA: Delmar
5. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta: EGC
6. Valerie C. Scanlon, PhD. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology 5ED. Philadelphia:F.A. Davis Company
7. Agamemnon Despopoulos, M.D..2003. Color Atlas of Physiology 5th edition. New York: Thieme

No comments:

Post a Comment