Wednesday, November 10, 2010

Malaria


MALARIA


 
Definisi malaria
Malaria adalah suatu penyakit parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah.

 
Etiologi malaria
Malaria bisa disebabkan oleh plasmodium yang dikeluarkan oleh nyamuk anopheles betina. Ada 4 jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria:


  1. Plasmodium vivax, yang menyebabkan malaria tertiana.
  2. Plasmodium malariae, menyebabkan malaria kuartana.
  3. Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika, tertiana maligna.
  4. Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale.

 
Epidemiologi malaria
Di indonesia kawasan timur mulai dari kalimantan , sulawesi tengah, sampai ke utara , maluku , irian jaya, dan lombok sampai NTT serta timur-timur merupakan daerah endemis malaria dengan P. Falciparum dan P. Vivax. Beberapa daerah disumatra mulai dari lampung, riau, jambi dan batam kasus malaria cenderung menigkat :

 

Beberapa daerah berbeda dikarenakan yaitu :

  1. V. Manusia (fasial)
  2. V. Nyamuk (anopheles)
  3. Parasit dibeberapa daerah kebal obat malaria
  4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus biologi nyamuk.

 

 
Pathogenesis malaria
Untuk infeksi plasmodium ini manusia merupakan hospes perantara dan nyamuk adalah hospes definitinya.
Daur hidup spesies malaria terdiri dari:
  1. Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles.
  2. Fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebra (manusia)

     
    Dalam siklus aseksual satu eritrosit yang terinfeksi akan menghasilkan 6-32 merozoit pada setiap kejadian sporulas. Infeksi plasmodium malarae merupakan infeksi paling ringan, hanya eritrosit matang yang diserang.
    Siklus aseksual berlangsung hanya 72 jam, jadi setelah 72 jam baru timbul generasi baru merozoit yang akan menyerang eritrosit lain. Jumlah merozoit pun hanya 6-12 saja dar hasil sporulasi dalam satu eritrosit. Hanya terjad 1- 2 % eritrosit yang terinfeksi (parasitemia).
    Infeksi oleh plasmodium falcipaum merupakan infeksi yang paling berat, karena plasmodium ini menyerang baik retikulosit maupun ertrisot matang, skizogoni berlangsung cepat 36-48 jam. Dari satu eritrosit dihasilkan banyak merozoit 20-32 merozoit. Selan itu terjadi perubahan fisik pada eritrosit yang tidak dijumpai pada infeks plasmodium lainnya yaitu eritrosit yang terinfeksi lebih mudah salng melekat pada endotel kapller, membentuk trombus (aglutinasi) eritrosit yang terinfeksi jadi lebih tips, lebih besar diameternya dan lebih mudah pecah di retikuloendotelial.
    Pada setiap destruktif eritrosit timbul demam yang paroksismal periodik, mungkin timbul karena reaksi zat pirogen yang terbebas pada waktu sporulasi perjalanan khas demam malaria.

     
    Manifestasi klinis malaria
  • Demam
  • Konjunctiva anemi
  • Pembesaran limfa ( splenomegali )
  • Pembesaran hati ( hepatomegali )
  • Sakit kepala
  • Malaise
  • Manifestasi pendarahan (petekie, purpura, hematom)
  • Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor menurun)
  • Sklera ikterus

 
Patofisiolois malaria
Penyebab demam :
  1. Demam karena infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari 38 derajat. Penyebabnya beragam, yakni infeksi virus (seperti flu, cacar, campak, SARS, flu burung, demam berdarah, dan lain-lain) dan bakteri (tifus, radang tenggorokkan, dan lain-lain).
  2. Demam noninfeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit autoimun seseorang (rematik, lupus, dan lain-lain).
  3. Demam fisiologis, seperti kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara yang terlalu panas, dan lain-lain.

 
Diagnosis banding malaria

 
  1. DEMAM TIFOID
    Definisi:
    penyakt infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi atau S.paratyphi A/B/C.

     
    Epidemiologi:
    endemik di indonesia, termasuk penyakit menular tercantum dalam UU tahun 1962 tentang wabah. Di indonesia typhoid jarang ditemui dalam epidemik tetapi bersifat sporadis, terpencar-pencar disuatu daerah dan jarang menimbulkan lebh dari 1 kasus dari 1 rumah. Dan sumber penularan tidak dapat ditemukan.

     
    Patogenesis
    Masuknya salmonella typhi atau salmonella paratyhpi dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagiannya lolos ke usus lalu berkembang biak, bila respon imunitas human mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel, terutama sel M selanjutnya masuk ke lamina propria, di sana kuman berkembang biakdan difagosit oleh sel-sel makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag, yang selanjutnya dibawa ke plague peyer illeum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika, kmudian melalu iduktus toracicus kuman yang terdapat di dalam makrofag masuk kedalam siklus darah ( mengakibatkan bakterimia yang asimptomatik dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limfa). Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid selanjutnya masuk ke dalam darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya yang menyebabkan gejala-gejala infeksi sistemik.

     
    Gejala klinis
    Masa inkubasi 2 minggu gejala bervariasi. Minggu pertama demam pada sore hari dan malam hari(febris remiten), adanya nyeri kepala, myalgia, anoreksia, mual, muntah,diare, batuk dan epistaksis. Minggu keduanya demam terus menerus tinggi (febris continu) kemudian turun secara lisis, demam ini tidak hilang dengan pemberian antipiretk, tidak menggigil dan tidak berkeringat, kadang disertai dengan epistaksis, bradikardi, lidah yang khas, hepatomegali,splenomegali, meteorismus, dan gangguan mental.

     
    Pemeriksaan penunjang
  • Pemeriksaan darah rutin
  • Uji Widal : untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. Typhi.     



     
  1. DEMAM DENGUE
    Definisi
    penyakit yang terutama pada anak remaja atau orang dewasa.

     
    Etiologi
    virus dengue tergolong arbovirus, (famili togaviridae), ada 4 seroti[e. Virus dengue berbentuk batang bersifat termolabil, senSitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat stabil pada suhu 70 C.

     
    Epidemiologi :
    ini merupakan penyakit endemis di Indonesia, tetapi dalam jarak 5-20 tahun dapat timbul letusan epidemi. Vektor utama dengue di Indonesia adala aedes agepty, dsampng ditemukan pula aedes albopictus, vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi ar jernih dan tawar. Adanya vektor tersebut berhubungan dengan beberapa faktor antara lain:
  2. Kebiasaan masyarakat untuk menampung air bersih untuk keprluan
    sehari-hari.
  3. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
  4. Penyediaan air bersih yang langka.

     
    Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah yang padat penduduk, karena antara rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan, karena jarak aedes agepty antara 40-100 meter. A.aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit secara bergantian dalam waktu singkat. Kasus ini meningkat pada musim hujan.
    Patogenesisnya
    Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk, dar infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai.


     
    LEPTOSPIROSIS

    Definisi
    Suatu penyakit zoonis yang disebabkan oleh mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan leptospira.
    Etiologi
    Disebabkan oleh bakteri genus leptospira dan kelompok yang patogen adalah L. Interrogans.
    Epidemiologi
    Penyakit ini menyebar diseluruh dunia. Leptospira terdapat pada hewan peliharaan (anjing, lembu, babi, kerbau) dan juga binatang liar (tikus, musangm tupai) disebut sebagai hospes reservoar. Mikroorganisme leptospira hidup didalam ginjal/ air kemih. Manusia dapat terinfeksi jika terjadi kontak langsung dengan air, tanah dan lumpur yang telah terkontaminasi oleh air kemih binatang yang telah terinfeksi leptospira. Dan juga baru bisa terjadi bila pada kulit terdapat luka/ erosi, atau juga melalui mulut, selaput lendir mata, dan selaput lendir hidung yang rusak.
    Lingkungan optimal untuk hidup dan berkembang biaknya ialah suasana lembab, pH sekitar 25°C, serta pH mendekati pH netral, merupakan hal selalu djumpai di negara tropis sepanjang tahun dan daerah beriklim sedang pada musim panas dan rontok.
    Gejala
    Klinis:
  • Masa inkubasi 2 – 26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
  • Mempunya 2 fase yang khas yaitu fase lepthospirenia dan vasoimun.
  • Yang sering berupa demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, konjungtiva supusian, mual, muntah, nyeri abdomen, disterus, hepatomegali, ruam kulit dan fotofobia.
  • Yang jarang berupa delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali.

 
Penatalaksanaan malaria
  • Tindakan umum atau tindakan perawatan
    • Pertahanan fungsi vital
    • Hindarkan trauma
    • Monitoring temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap ½ jam
    • Cegah hiperpireksi
    • Pemberian cairan
    • Perhatikan diuresis dan defekasinya
    • Diet cukup kalori, karbohidrat dan garam
  • Pemberian obat antimalaria
    • Derivat atermisin (atersunate, artemeter)
    • Non ACT (klorokuin difosfat/sulfat, sulfadoksin-pirimetamin, kina sulfat, primakuin)
    • Pemberian cairan atau nutrisi

 
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.

 
Hari 
Jenis Obat 
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 
0-1 Bulan 
2-11 Bulan 
1-4 Tahun 
5-9 Tahun 
10-14 Tahun 
≥15 Tahun 
Artesunat  
1/4 
1/2 
Amodiakuin   
1/4 
1/2 
Primakuin  
*) 
*) 
3/4 
1 1/2 
2-3 
Artesunat 
1/4 
1/2 
Amodiakuin  
1/4 
1/2 
Artesunat    
1/4 
1/2 
Amodiakuin  
1/4 
1/2 

 
  
  • Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi)
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina tablet
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7(tujuh) hari.
 
Doksisiklin
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin.
Tetrasiklin
Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5 mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil.
Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. 
Tabel 1.2 Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum
Hari
Jenis Obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 Bulan
1-4 Tahun
5-9 Tahun
10-14 Tahun
>15 Tahun
1
Kina
*)
3 X 1/2
3 X 1
3 X 11/2
3 X (2-3)
Doksisiklin
-
-
-
2 X 1**)
2 X 1**)
Primakuin
-
¾
11/2
2
2-3
2
Kina
*)
3 X 1/2
3 X 1
3 X 11/2
3 X (2-3)
Doksisiklin
-
-
-
2 X 1**)
2 X 1**)

 
*)     Dosis diberikan kg/bb
**)   2x50 mg Doksisiklin
***) 2x100 mg Doksisiklin 
Tabel 1.3. Pengobatan lini kedua untuk malaria falciparum

 
Hari  
Jenis Obat 
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 Bulan  
1-4 Tahun 
5-9 Tahun  
10-14 Tahun  
>15 Tahun  
Kina  
*) 
3 X ½ 
3 X 1  
3 X 11/2  
3 X (2-3) 
Tetrasiklin 
*) 
4 X 1**) 
Primakuin  
¾ 
11/2 
2-3 
2 - 7 
Kina  
*) 
3 X ½ 
3 X 1  
3 X 11/2  
3 X (2-3) 
Tetrasiklin
*) 
4 X 1**) 

 
*)   Dosis diberikan kg/bb
**) 4x250 mg Tatrasiklin 
  • Untuk penderita malaria mix (P.falciparum + P.vivax) dapat diberikan pengobatan obat kombinasi peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai berikut:
    Amodiakuin basa = 10 mg/KgBB dan Artesunat = 4 mg/KgBB ditambah dengan primakuin 0,25 mg/ KgBB selama 14 hari.

 


Malaria mix = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
Tabel 1.4 Pengobatan malaria mix (P. Falciparum + P. Vivax)

 
Hari
Jenis Obat 
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1 Bulan 
2-11 Bulan 
1 - 4 Tahun 
5 - 9 Tahun 
10-14 Tahun 
>15 Tahun 
Artesunat 
¼
1/2 
Amodiakuin 
¼
1/2 
Primakuin 
-) 
½ 
1 ½
Artesunat 
¼
1/2 
Amodiakuin 
¼
1/2 
Primakuin 
½ 
1 ½
3
Artesunat 
¼
1/2 
Amodiakuin 
¼
1/2 
3-14 
Primakuin 
½ 
1 ½

 

 
  • Apabila fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum tersedia obat kombinasi artesunat + amodiakuin.
  • Penderita dengan infeksi Plasmodium falciparum diobati dengan:
    Sulfadoksinpirimetamin (SP) untuk membunuh parasit stadium aseksual.
Obat ini diberikan dengan dosis tunggal sulfadoksin 25 mg/kgbb atau berdasarkan dosis pirimetamin 1,25 mg/kgbb Primakuin juga diberikan untuk membunuh parasit stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgbb.

 
Tabel 1.5 Pengobatan malaria falsiparum di sarana kesehatan tanpa tersedia obat artesunat-amodiakuin

 
Hari
Jenis Obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
<1 Tahun
1 - 4 Tahun
5 - 9 Tahun
10 - 14 Tahun
>15 Tahun
H1 
SP 
¾ 
1 ½ 
Primakuin 
¾ 
1 ½ 
2-3 

 
     
Pengobatan malaria falsiparum gagal atau alergi SP
Jika pengobatan dengan SP tidak efektif (gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali) atau penderita mempunyai riwayat alergi terhadap SP atau golongan sulfa lainnya,Penderita diberi regimen kina + doksisiklin/tetrasiklin +
primakuin.
Pengobatan alterflatif = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Dosis maksimal penderita dewasa yang dapatdiberikan untuk kina 9 tablet, dan primakuin 3 tablet. Selain pemberian dosis berdasarkan berat badan penderita dan juga obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.
Tabel 1.6 Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum berdasarkan umur
Hari
Jenis Obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
<1 Tahun
1 - 4 Tahun
5 - 9 Tahun
10 - 14 Tahun
>15 Tahun
Kina  
*) 
3 X 1/2 
3 X 1 
3 X 1 1/2 
3 X (2-3) 
Dosisiklin 
2 X 1**) 
2 X 1 ***) 
Primakuin  
3/4 
1 1/2  
2-3 
Kina  
*)
3 X 1/2 
3 X 1 
3 X 1 1/2  
3 X (2-3) 
Dosisiklin 
2 X 1**) 
2 X 1***) 

 
*) Dosis  diberikan kg/bb
**) 2x 50mg Doksisiklin
***) 2x100 mg Doksisiklin 
Tabel 1.7 Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum

 
Hari  
Jenis Obat 
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 Tahun 
1 - 4 Tahun  
5 - 9 Tahun  
10 - 14 Tahun  
>15 Tahun  
Kina  
*) 
3 X ½ 
3 X 1 
3 X 1 ½
3 X (2-3) 
Tetrasiklin 
*) 
4 X 1**) 
Primakuin 
¾ 
1 1/2 
2-3 
Kina 
*) 
3 X ½ 
3 X 1 
3 X 1 ½
3 X (2-3) 
Tetrasiklin 
*) 
4 x 1**)
  
  
  
  
  
  

 

 
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 4x 250 mg Tetrasiklin   
  • Fasilitas pelayanan kesehatan tanpa sarana diagnostik malaria. Penderita dengan gejala klinis malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan primakuin. Pemberian klorokuin 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb. Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin pada hari pertarma dengan dosis 0,75 mg/kgbb. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel 1.8.


Tabel 1.8 Pengobatan terhadap penderita suspek malaria

 
Hari  
Jenis Obat 
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 
0-1 Tahun 
2 - 11 Tahun  
1 - 4 Tahun  
5-9 Tahun 
10 - 14 Tahun  
>15 Tahun  
Klorokuin 
¼ 
½ 
3-4 
Primakuin 
3/4 
1 1/2  
2-3 
Klorokuin 
¼ 
½ 
Klorokuin 
1/8 
¼ 
½ 
1 ½

 

Maintenance cairan dihitung berdasarkan berat badan dan derajat dehidrasi. Berdasarkan derajat dehidrasinya :
  • Dehidrasi ringan ditambah 10 %
  • Dehidrasi sedang ditambah 20 %
  • Dehidrasi berat ditambah 30 %

 
Siklus Hidup Plasmodium


 
DAFTAR PUSTAKA

 
1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta: EGC
Aru W. Sudoyo dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4 hal 1732-1748. Jakarta:EGC. 2007
Bratawijaya Karnen G. Imunologi Dasar. Ed.6. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI, 2004
Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi. Edisi revisi ke-3 hal 414-428. Jakarta:EGC. 2009
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:EGC
http://www.analislabiomed.com

Lauralee Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC
Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi. Ed. 6. Jakara : EGC, 2005
Robbins, Cotran, Kumar. Buku Ajar Patologi. Ed. 7. Jakarta : EGC, 2007

No comments:

Post a Comment